Kawasan itu digunakan oleh para Geologist dan Archeologist melakukan penelitian di kawasan unik ini. Penelitian tidak saja dilakukan di Merangin namun juga di Candi Muaro Jambi.
Fosil flora yang dikandungnya merupakan flora yang tertua di Asia yang ditemukan pada zaman Assilian (zaman perem awal sekitar 300 juta tahun lalu). Jadi Jambi ini merupakan lempengan tertua di Asia alias tanah leluhur Asia.
Menurut para peneliti untuk mendapatkan keindahan dan uniknya formasi batuan Jambi Flora maka petualangan melalui air harus dimulai dari daerah hulu yaitu tepatnya di Desa Air Batu. Sesuai dengan namanya Sungai yang mengalir di depan desa tersebut selain lebar berbatu‑batu dan deras sekali airnya apalagi Merangin beberapa hari ini diguyur hujan lebat.
Ada Dua perahu karet bantuan PNPM Pariwisata (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) si merah dan si kuning disiapkan. Walaupun diawaki para atlet lokal arung jeram plus baju pelampung untuk setiap penumpang, namun melihat derasnya arus sungai dan suara deburan buih membuat hati setiap penumpang kebat‑kebit juga.
Konon sungai ini memiliki reputasi setiap tahun makan korban. Ganasnya jeram sudah ditandai dengan terbaliknya si merah saat berusaha melewati jeram pertama yaitu jeram Amin.
Setelah melalui jeram, kita bisa dinikmati indahnya batuan granit di sisi kiri kanan sempadan sungai Batang Merangin. Granit itu lelehan magma dari bumi. Bumi seperti tubuh manusia juga, penuh dinamika di dalamnya.
Selama menyusur sungai beberapa kali perahu dihempas gelombang sehingga seperti laiknya kuda jingkrak ketika harus menerobos jeram yang tidak kurang ada sembilan titik. Beberapa kali penumpang non‑atlet cari selamat, turun dan berjalan menyusur tepi sungai.
Sungai ini menurut PAJI (Persatuan Arung Jeram Indonesia) pantas untuk lomba arung‑jeram nasional bahkan internasional karena ganas tantangannya.
Teluk Wang kemudian memanjakan penumpang dengan mandi di bawah air terjun jodoh yang begitu indah jernih dan dingin. Mitos percaya bahwa yang berkesempatan mandi di sana akan enteng jodoh.
Dari Desa Teluk Wang perahu menyusur tenang menuju pemberhentian terakhir yaitu di Desa Biuku Tanjung. Masih ditemui beberapa pokok kayu yang membatu menjadi fosil dikarenakan proses silicifikasi yaitu pohon‑pohon yang seharusnya hancur dimakan rayap tapi karena karbohidrat tergantikan oleh pasir silica maupu tertutup partikel‑partikel letusan gunung api secara pelahan bertahap dan konsisten.
Perjalanan di atas bak mengarungi suatu rangkaian sejarah dan ilmu bumi yang biasanya hanya mampu kita baca dari buku‑buku sains, dan sangat disayangkan bila apa yang kita miliki ini hilang karena rusak oleh kita juga. Inilah wisata ilmu pengetahuan. (Romy)
Fosil flora yang dikandungnya merupakan flora yang tertua di Asia yang ditemukan pada zaman Assilian (zaman perem awal sekitar 300 juta tahun lalu). Jadi Jambi ini merupakan lempengan tertua di Asia alias tanah leluhur Asia.
Menurut para peneliti untuk mendapatkan keindahan dan uniknya formasi batuan Jambi Flora maka petualangan melalui air harus dimulai dari daerah hulu yaitu tepatnya di Desa Air Batu. Sesuai dengan namanya Sungai yang mengalir di depan desa tersebut selain lebar berbatu‑batu dan deras sekali airnya apalagi Merangin beberapa hari ini diguyur hujan lebat.
Ada Dua perahu karet bantuan PNPM Pariwisata (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) si merah dan si kuning disiapkan. Walaupun diawaki para atlet lokal arung jeram plus baju pelampung untuk setiap penumpang, namun melihat derasnya arus sungai dan suara deburan buih membuat hati setiap penumpang kebat‑kebit juga.
Konon sungai ini memiliki reputasi setiap tahun makan korban. Ganasnya jeram sudah ditandai dengan terbaliknya si merah saat berusaha melewati jeram pertama yaitu jeram Amin.
Setelah melalui jeram, kita bisa dinikmati indahnya batuan granit di sisi kiri kanan sempadan sungai Batang Merangin. Granit itu lelehan magma dari bumi. Bumi seperti tubuh manusia juga, penuh dinamika di dalamnya.
Selama menyusur sungai beberapa kali perahu dihempas gelombang sehingga seperti laiknya kuda jingkrak ketika harus menerobos jeram yang tidak kurang ada sembilan titik. Beberapa kali penumpang non‑atlet cari selamat, turun dan berjalan menyusur tepi sungai.
Sungai ini menurut PAJI (Persatuan Arung Jeram Indonesia) pantas untuk lomba arung‑jeram nasional bahkan internasional karena ganas tantangannya.
Teluk Wang kemudian memanjakan penumpang dengan mandi di bawah air terjun jodoh yang begitu indah jernih dan dingin. Mitos percaya bahwa yang berkesempatan mandi di sana akan enteng jodoh.
Dari Desa Teluk Wang perahu menyusur tenang menuju pemberhentian terakhir yaitu di Desa Biuku Tanjung. Masih ditemui beberapa pokok kayu yang membatu menjadi fosil dikarenakan proses silicifikasi yaitu pohon‑pohon yang seharusnya hancur dimakan rayap tapi karena karbohidrat tergantikan oleh pasir silica maupu tertutup partikel‑partikel letusan gunung api secara pelahan bertahap dan konsisten.
Perjalanan di atas bak mengarungi suatu rangkaian sejarah dan ilmu bumi yang biasanya hanya mampu kita baca dari buku‑buku sains, dan sangat disayangkan bila apa yang kita miliki ini hilang karena rusak oleh kita juga. Inilah wisata ilmu pengetahuan. (Romy)