Konon dulunya patta ini terbuat dari sejenis buah labu yang disayat bagian atasnya, lalu dikerok bagian tengah/ isinya, kemudian bagian kulitnya dikeringkan sehingga berbentuk sebuah mangkok yang cukup besar; mangkok inilah yang digunakan oleh para Bhikkhu/ Bhikkhuni untuk menerima dana/ sumbangan makanan dari umat. Tetapi karena patta jenis ini rapuh dan mudah rusak (pecah), sehingga kemudian patta dibuat dari logam seperti dari tembaga, kuningan, aluminium, dan lain-lain, dengan berbagai macam ukuran.
Pindapatta merupakan tradisi Buddhis yang telah dilaksanakan sejak zaman kehidupan Sang Buddha Gotama/ Sakyamuni Buddha (bahkan sejak jaman para Buddha terdahulu) sampai saat ini, dan akan terus berlanjut hingga jaman Buddha-Buddha yang akan datang.
Tradisi Pindapatta ini masih tetap dilaksanakan di beberapa negara, seperti Thailand, Myanmar dan Srilanka; sedangkan di negara-negara lain termasuk Indonesia, tradisi ini sudah jarang dilaksanakan disebabkan banyak faktor yang tidak mendukung pelaksanaan kebiasaan ini, seperti jumlah Bhikkhu yang tidak banyak, juga jumlah umat Buddha yang sedikit, dan banyak pula diantaranya yang tidak mengerti dan tidak mengenal tatacara tradisi Pindapatta ini.
Sehingga untuk memperkenalkan dan membiasakan umat pada tradisi Pindapatta ini, beberapa Vihara di Indonesia mengambil inisiatif untuk mengkoordinir penyelenggaraan upacara Pindapatta secara berkala yang biasanya berlangsung di halaman Vihara atau jalan-jalan disekitar Vihara saja.
Pindapatta dilaksanakan oleh para Bhikkhu/ Bhikkhuni dengan cara berjalan kaki dengan kepala tertunduk sambil membawa Patta/ Patra (mangkok makanan) untuk menerima/ memperoleh dana makanan dari umat guna menunjang kehidupannya.
Dahulukala para Bhikkhu/ Bhikkhuni keluar dari Vihara dan berjalan di daerah pemukiman (kampung/desa) pada waktu-waktu tertentu (sebelum tengah hari), dan umat yang ingin berdana telah menyiapkan dananya yang akan diberikan kepada Sangha. Kemudian dana berupa makanan itu (berupa nasi, lauk pauk, kue-kue, buah-buahan, dan lain-lain) dimasukkan kedalam patta para Bhikkhu/ Bhikkhuni; makanan yang campur aduk itulah yang akan dimakan oleh para Bhikkhu/ Bhikkhuni setelah mereka kembali ke Vihara, tanpa merasa jijik atau tidak suka pada makanan yang diberikan; karena bagi seorang Bhikkhu/Bhikkhuni makanan hanyalah untuk kelangsungan hidup, bukan untuk kenikmatan.
Tetapi perlu dimengerti oleh umat, bahwa pemberian dana makanan kepada para Bhikkhu/Bhikkhuni ini tidak sama dengan pemberian sedekah kepada seorang pengemis, sebab sesuai dengan Vinaya (aturan hidup para Bhikkhu/ Bhikkhuni yang terdapat dalam kitab suci Tripitaka) dalam pindapatta ini seorang Bhikkhu/ Bhikkhuni tidak boleh mengucapkan kata-kata meminta, tetapi umatlah yang secara sadar dan ikhlas, serta semangat bhakti memberikan/ mendanakan makanan demi membantu kelangsungan kehidupan suci para anggota Sangha tersebut.
Bagi para Bhikkhu/ Bhikkhuni sendiri, pindapatta ini merupakan cara untuk melatih diri hidup sederhana/ prihatin, belajar menghargai pemberian orang lain, dan melatih "Sati" (perhatian/ kesadaran murni), serta merenungkan bahwa fungsi utama makanan adalah untuk memenuhi kebutuhan badan jasmani, bukan untuk kesenangan dan mencari kenikmatan.
Sedangkan bagi umat Buddha, pindapatta ini merupakan ladang yang subur untuk menanam jasa kebajikan. Bilamana kita berdana (memberikan sesuatu bantuan/ sumbangan) kepada mereka yang menjalani kehidupan suci, maka kita akan memperoleh banyak berkah, antara lain :
Sedangkan bagi umat Buddha, pindapatta ini merupakan ladang yang subur untuk menanam jasa kebajikan. Bilamana kita berdana (memberikan sesuatu bantuan/ sumbangan) kepada mereka yang menjalani kehidupan suci, maka kita akan memperoleh banyak berkah, antara lain :
*Kita akan disenangi banyak orang (disenangi dalam pergaulan).
*Bila saatnya tiba kita akan meninggal dunia dengan penuh ketenangan, karena pikiran kita akan senantiasa teringat pada perbuatan baik yang sering kita lakukan (berdana kepada Sangha).
*Setelah kematian kita akan bertumimbal lahir di alam yang lebih bahagia.
*Kita akan memperoleh usia yang panjang, kecantikan/ kegagahan, kebahagiaan, dan kekuatan.
Pada hari Minggu tanggal 9 Nopember 2008, Pukul 06.30 WIB; dalam rangka memperingati Hari Kathina 2552 BE/2008, Vihara Sakyakirti Jambi yang terletak di Jalan Pangeran Diponegoto Jambi, Kelurahan Sulanjana, Kecamatan Jambi Timur, merupakan Vihara tertua di "Sepucuk Jambi Sembilan Lurah", kembali mengelar Pindapatta dengan berjalan kaki menelusuri jalan yang belum tersentuh oleh aspal seperti di Lorong Koni IV dan Lorong Budiman. Pindapatta dipimpin oleh Bhikkhu Vajra Giri, Bhikkhu Nyanajaya Bhumi, Bhikkhu Nyana Cando, Bhikkhu Giri Viriya, Bhikkhu Sian Cuan, Bhikkhuni Giri Kshanty, Bhikkhuni Giri Citta, Samanera Sadha Putra dan Samanera Sadha Viriya.
Bagaimana cara kita memberi dana pada upacara Pindapatta ini ?
1. Persiapkanlah dana anda dengan sebaik-baiknya dan perasaan tulus dan ikhlas
2. Dana yang diberikan berupa makanan, seperti : nasi, lauk-pauk, kue-kue (vegetaris/ ciak cai), buah-buahan, atau jenis makanan lainnya. Untuk kepraktisan bisa juga diberikan dalam bentuk dana uang (angpao), tetapi pada waktu memberikan anda harus membayangkan bahwa yang diberikan adalah makanan (dengan uang itu bisa dibeli makanan). Bahkan kalau ada umat yang tidak mampu berdana, memberikan sekantong air minum pun sudah dianggap dana yang baik.
3. Berdirilah dalam barisan yang rapi sesuai dengan petunjuk petugas/ panitia, jangan berebut tempat, berdesak-desakan, dan menimbulkan suara gaduh (ribut), selama pindapatta berlangsung suasana harus tenang dan hikmat.
4. Bila Bhikkhu/Bhikkhuni yang menerima dana berjalan tanpa alas kaki, maka umat yang berdana pun harus melepaskan alas kakinya.
5. Dana diberikan dengan sopan dan penuh hormat, dengan jalan memasukkan dana tersebut langsung kedalam patta/ patra yang dipegang oleh sang Bhikkhu/ Bhikkhuni.
6. Setelah dana diberikan, umat bersikap anjali (kedua telapak tangan dirangkapkan di depan dada) dengan penuh hormat dan perasaan bahagia.
7. Tetaplah berdiri pada tempat anda sampai pindapatta selesai.
(Romy - Perwakilan Majalah DI Wilayah Jambi & berbagai narasumber)
1. Persiapkanlah dana anda dengan sebaik-baiknya dan perasaan tulus dan ikhlas
2. Dana yang diberikan berupa makanan, seperti : nasi, lauk-pauk, kue-kue (vegetaris/ ciak cai), buah-buahan, atau jenis makanan lainnya. Untuk kepraktisan bisa juga diberikan dalam bentuk dana uang (angpao), tetapi pada waktu memberikan anda harus membayangkan bahwa yang diberikan adalah makanan (dengan uang itu bisa dibeli makanan). Bahkan kalau ada umat yang tidak mampu berdana, memberikan sekantong air minum pun sudah dianggap dana yang baik.
3. Berdirilah dalam barisan yang rapi sesuai dengan petunjuk petugas/ panitia, jangan berebut tempat, berdesak-desakan, dan menimbulkan suara gaduh (ribut), selama pindapatta berlangsung suasana harus tenang dan hikmat.
4. Bila Bhikkhu/Bhikkhuni yang menerima dana berjalan tanpa alas kaki, maka umat yang berdana pun harus melepaskan alas kakinya.
5. Dana diberikan dengan sopan dan penuh hormat, dengan jalan memasukkan dana tersebut langsung kedalam patta/ patra yang dipegang oleh sang Bhikkhu/ Bhikkhuni.
6. Setelah dana diberikan, umat bersikap anjali (kedua telapak tangan dirangkapkan di depan dada) dengan penuh hormat dan perasaan bahagia.
7. Tetaplah berdiri pada tempat anda sampai pindapatta selesai.
(Romy - Perwakilan Majalah DI Wilayah Jambi & berbagai narasumber)