28 Jun 2010

Lentera Menghiasi Langit Jambi

JAMBI – Beberapa bintang menghiasi angkasa, secara tiba-tiba satu persatu Lentera muncur diatas langit diiringi sinar bulan purnama, menambah keindahan lentera itu.

Lentera itu dapat terlihat jelas dari kawasan Telanaipura, Sekoja, ada yang sempat berpikir bahkan langit sedang berjalan, pada hal satu persatu Lentera tersebut dibawa angin ke arah Telanaipura dan Sekoja.

Lentera tersebut sengaja dilepas dari lantai lima Maha Cetiya Oenang Hermawan, di Jalan Makalam, No. 10A Rt. 18 Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi, Minggu malam (27/6).

Banyak juga warga Kota Jambi yang mendatangi asal sumber pelepasan Lentera tersebut, seperti datang dari kawasan Talang Banjar, Talang Bakung, Jelutung, Kebun Handil dan daerah STM Jambi. Hingga didepan Maha Cetiya Oenang Hermawan macet total, karena warga ingin melihat secara langsung Lentera yang sengaja dibawa oleh Bhikku dari Thailand

Sebelum pelepasan Lentera itu, terlebih dahulu ratusan umat Buddha merayakan Tri Suci Waisak 2554/ BE, yang menghadirkan 12 Bhikkhu Sangha Agung. (rom)

27 Jun 2010

12 Bhikkhu Thailand dan Indonesia Jalankan Tradisi Pindapatta

JAMBI - Pindapattan salah satu tradisi dimana para Bhikku Sangha Agung untuk memperoleh dana maupun makanan dari umat. Untuk bisa mendapatkan dana atau makanan dari umat yaitu para Bhikkhu harus berjalan kaki tanpa mengenakan alas kaki dari satu tempat ketempat yang lain dengan kepala tertunduk sambil membawa patta (mangkok red) ditangannya dibawah terik matahari.

Tradisi Pindapatta merupakan sebuah tradisi yang telah dilakukan oleh para Bhikku sejak ribuan silam, dimana pada hari tersebut para Bhikku melatih diri dalam menjalani kehidupan sehari-hari secara sederhana, belajar menghargai pemberian orang lain, menyadari bahwa hidup ini adalah saling ketergantungan satu sama lain, melatih kesadaran serta merenungkan bahwa fungsi utama makan adalah untuk memenuhi kebutuhan jasmani bukan untuk mencari kenikmatan.

Dalam menyambut Khatina 2554 BE/ 2010, Keluarga Besar Maha Cetiya Oenang Hermawan di Jalan Makalam No. 10A Rt. 18 Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi, Minggu (27/6) pagi tadi kembali laksanakan Pindapatta, dan sore harinya merayakan puncak Waisak 2554. Dua momen tersebut dipimpin oleh Bhikku Sangha dari Thailand.

Dengan kehadiran para Bhikku Sangha yang telah dinanti-nantikan oleh ratusan warga masyarakat Jambi sepanjang jalan mulai dari halaman Maha Maha Cetiya Oenang Hermawan Jambi, begitu para Bhikku keluar, para umat Buddha telah menanti dengan bersujud memberikan dana seperti uang yang dimasukan kedalam amplop warna merah (angpao) maupun makanan seperti mie instan, biskuit, pasta gigi, sikat gigi, sandal, sabun mandi, sabun cuci, beras dan obat-obatan.

Menurut penuturan Hasan, bahwa sebagaimana diketahui bahwa Pindapatta dapat dilakukan kapan saja, bahkan jika di Thailand pindapatta dilakukan setiap hari, tidak mesti menunggu hari besar, disini mereka (baca bhikku) bisa melatih diri atas pemberian umat.”

Selanjutnya ujar Hasan, siapa saja bisa memberikan dana kepada para Bhikku yang sedang menjalankan Pindapatta, dengan berdana kepada para Bhikku Sangha yang tengah menjalani kehidupan suci tersebut kita akan menperoleh pahala dari Sang Pencipta Alam Semesta selain itu kita akan disenangi orang banyak, akan memperoleh usia panjang, kecantikan, kebahagiaan dan kekuatan (rom)

http://cetiya-oenang.blogspot.com/

Makna Berpindapatta

JAMBI – Kata-kata "Pindapatta" berasal dari bahasa Pali, yang artinya: Menerima persembahan makanan, sedangkan yang disebut "Patta" atau "Patra" adalah sejenis mangkok makanan yang digunakan oleh para Bhikkhu/ Bhikkhuni.

Konon dulunya patta ini terbuat dari sejenis buah labu yang disayat bagian atasnya, lalu dikerok bagian tengah/ isinya dibuang, kemudian bagian kulitnya dikeringkan sehingga berbentuk sebuah mangkok yang cukup besar; mangkok inilah yang digunakan oleh para Bhikkhu/ Bhikkhuni untuk menerima dana/ sumbangan makanan dari para umat. Namun karena patta jenis ini mudah rapuh dan mudah rusak (pecah), hingga kemudian patta dibuat dari logam seperti dari tembaga, kuningan, aluminium, dan lain-lain, dengan berbagai macam ukuran.

Pindapatta merupakan tradisi Buddhis yang telah dilaksanakan sejak zaman kehidupan Sang Buddha Gotama/ Sakyamuni Buddha (bahkan sejak jaman para Buddha terdahulu) hingga saat ini, terus berlanjut hingga jaman Buddha-Buddha yang akan datang.

Tradisi Pindapatta ini masih tetap dilaksanakan di beberapa negara, seperti Thailand, Myanmar dan Srilanka; sedangkan di negara-negara lain termasuk Indonesia, tradisi ini sudah jarang dilaksanakan disebabkan banyak faktor yang tidak mendukung pelaksanaan kebiasaan ini, seperti jumlah Bhikkhu yang tidak banyak, juga jumlah umat Buddha yang sedikit, dan banyak pula diantaranya yang tidak mengerti dan tidak mengenal tatacara tradisi Pindapatta ini.

Sehingga untuk memperkenalkan dan membiasakan umat pada tradisi Pindapatta ini, beberapa Vihara di Indonesia mengambil inisiatif untuk mengkoordinir penyelenggaraan upacara Pindapatta secara berkala yang biasanya berlangsung di halaman Vihara atau jalan-jalan disekitar Vihara saja.

Pindapatta dilaksanakan oleh para Bhikkhu/ Bhikkhuni dengan cara berjalan kaki dengan kepala tertunduk sambil membawa Patta/ Patra (mangkok makanan) untuk menerima/ memperoleh dana makanan dari umat guna menunjang kehidupannya.

Dulukala para Bhikkhu/Bhikkhuni keluar dari Vihara dan berjalan di daerah pemukiman (kampung/desa) pada waktu-waktu tertentu (sebelum tengah hari), dan umat yang ingin berdana telah menyiapkan dananya yang akan diberikan kepada Sangha. Kemudian dana berupa makanan itu (berupa nasi, lauk pauk, kue-kue, buah-buahan, dan lain-lain) dimasukkan kedalam patta para Bhikkhu/ Bhikkhuni; makanan yang campur aduk itulah yang akan dimakan oleh para Bhikkhu/ Bhikkhuni setelah mereka kembali ke Vihara, tanpa merasa jijik atau tidak suka pada makanan yang diberikan; karena bagi seorang Bhikkhu/Bhikkhuni makanan hanyalah untuk kelangsungan hidup, bukan untuk kenikmatan.

Tetapi perlu dimengerti oleh umat, bahwa pemberian dana makanan kepada para Bhikkhu/Bhikkhuni ini tidak sama dengan pemberian sedekah kepada seorang pengemis, sebab sesuai dengan Vinaya (aturan hidup para Bhikkhu/ Bhikkhuni yang terdapat dalam kitab suci Tripitaka) dalam pindapatta ini seorang Bhikkhu/ Bhikkhuni tidak boleh mengucapkan kata-kata meminta, tetapi umatlah yang secara sadar dan ikhlas, serta semangat bhakti memberikan/ mendanakan makanan demi membantu kelangsungan kehidupan suci para anggota Sangha tersebut.

Bagi para Bhikkhu/ Bhikkhuni sendiri, pindapatta ini merupakan cara untuk melatih diri hidup sederhana/ prihatin, belajar menghargai pemberian orang lain, dan melatih "Sati" (perhatian/ kesadaran murni), serta merenungkan bahwa fungsi utama makanan adalah untuk memenuhi kebutuhan badan jasmani, bukan untuk kesenangan dan mencari kenikmatan.

Sedangkan bagi umat Buddha, pindapatta ini merupakan ladang yang subur untuk menanam jasa kebajikan. Bilamana kita berdana (memberikan sesuatu bantuan/ sumbangan) kepada mereka yang menjalani kehidupan suci, maka kita akan memperoleh banyak berkah.

Apabila kita berdana kepada Bhikkhu, maka senantiasa “kita akan disenangi banyak orang (disenangi dalam pergaulan). Bila saatnya tiba kita akan meninggal dunia dengan penuh ketenangan, karena pikiran kita akan senantiasa teringat pada perbuatan baik yang sering kita lakukan (berdana kepada Sangha). Setelah kematian kita akan bertumimbal lahir di alam yang lebih bahagia. Kita akan memperoleh usia yang panjang, kecantikan/ kegagahan, kebahagiaan, dan kekuatan”.

25 Jun 2010

Atraksi Haul Sin Beng di Klenteng Kwan Kong Bio

TUNGKAL, Jambi – Atas jasa besar Almarhum Kiai Haji Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dengan Keppres Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Inpres No 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, Adat Istiadat China dan hak-hak sipilnya sesuai dengan UU No 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia.

Berbagai Atraksi magis mewarnai setiap perayaan Sin Beng, seperti pada perayaan ulang tahun Kwan Seng Te Kun (Kwan Kong) di Kwan Kong Bio yang terletak di Jl. Prof. Dr. Sri Soedewi, Rt. 24, Kelurahan Tungkal Harapan, Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjungjabung Barat, Jambi, yang dijuluki Serengkuh Dayung Serentak Ketujuan.

Kwan Kong Bio, kemarin (24/6). yang dibangun pada tahun 2007 ini, telah banyak membantu umat Khonghucu baik yang berada di kota Kuala Tungkal berpenduduk lebih kurang 284.486 jiwa (data KPU) sedangkan warga Tionghoa sekitar 2.000 jiwa.

Nama besar Kwan Seng Te Kun telah dikenal dimana-mana, maka tidak heran jika ada umat yang datang dari luar Kabupaten Tanjab Barat, Jambi, bagi umat Khonghucu Sin Beng (dewa) Kwan Kong suka menolong sesama umat manusia, tidak membeda-bedakan suku, agama dan ras.

Atraksi yang mendebarkan jantung juga diperlihatkan dari Khi Ting/ Tatong dari Kota Jambi dengan menusukan benda tajam kepipinya, badang maupun sekujur dipukuli bola paku. Sebelum melakukan ritual tersebut, mereka memanjatkan doa kepada Sien Beng/ dewa agar diberikan perlindungan kepada umat manusia diatas muka bumi, prosesi upacara di pimpin oleh Sai Kong, Ng It Cho dari Sumatera Selatan (Palembang).

Selain atraksi magis, peringatan ulang tahun Kwan Seng Te Kun juga dimeriahkan dengan pertunjukan Barongsai dari pemuda-pemuda Kuala Tungkal. Ratusan masyarakat dengan antusias mengikuti upacara yang dimulai dari pukul 08.00 WIB, tempat ibadah Khonghucu Kwan Kong Bio merupakan tempat ibadah yang beru dibangun beberapa tahun ini, namun keberadaanya tidak kalah dengan Klenteng yang ada d Jambi.

Salah seorang pengunjung yang datang dari kota Jambi mengaku, setiap tahun, dirinya selalu ambil bagian dalam kegiatan ritual ini. Sebagai pemeluk agama Khonghucu. "Setiap tahun datang ke Kuala Tungkal. Sekaligus beribadah, sambil be-rekreasi," katanya. Tampak hadir dalam acara tersebut adalah Ketua Makin Tnjab Barat, Cokro Subono beserta beberapa pengurus Inti Makin dan juga tidak ketinggalan Ketua Makin Sai Che Tien Jambi, Darmadi Tekun beserta istri.

Menurut pengurus Kwan Kong Bio, Koko Sugianto, kegiatan saijid Kwan Kong ini rutin dilakukan setiap Go Gwee Cap Sa (bulan 5, tanggal 13 Imlek)

Memperingati Ulang Tahun Dewa Kwan Kong

TUNGKAL, Jambi – Ratusan umat Khonghucu dari Kuala Tungkal dan Jambi, Kamis  kemarin (24/6) ikut memeriahkan Hari Ulang Tahun Sin Beng, Kwan Seng Te Kun (Kwan Kong) di Tempat Ibadah Kwan Kong Bio.

Sehari sebelumnya Haul Kwan Seng Te Kun (23/6 dini hari), diadakan peresmian gerbang Kwan Kong Bio dan ptung kuda prosesi tersebut dipimpin oleh Sai Kong, Ng It Cho dari Sumatera Selatan, siangnya prosesi pemotongan hewan yang dipersembahkan oleh umat dari Jambi, Jakarta, Medan, Air Hita dan Kuala Tungkal.

Bun Cin, selaku pengurus Kwan Kong Bio mengatakan, acara semacam ini rutin dilakukan setiap tahun semenjak didirikan Kwan Kong Bio 4 tahun yang lalu. ” Kami melakukan ini sebagai ungkapan terimakasih, perlindungan dan mengharapkan berkah dari sin beng/ dewa Kwan Kong yang disimbolkan sebagai dewa kebijaksanaan. Dengan digelarnya acara semacam ini kami mengharapkan berkah, agar semua umat didunia dan Indonesia khususnya diberi keselamatan, aman dan sentosa oleh tuhan “ ucapnya.

Kwan Kong Bio yang terletak di Jl. Prof. Dr. Sri Soedewi, Rt. 24, Kelurahan Tungkal Harapan, Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjungjabung Barat, Jambi, kini jauh berbeda dengan tiga tahun yang lalu, dimana pertama penulis kesana, belum jalan maka melalui sekeping papan yang dibentangkan diatas rawah/ tanah gambut. Siapa sangka dalam kurun waktu tiga tahun, Kwan Kong Bio berkembang begitu pesat, kini Kwan Kong Bio berupakan salah satu tempat wisata di Kuala Tungkal, pasalnya jika kita akan masuk ke kota Kuala Tungkal, kita akan terlihat pintu gerbang yang begitu megah dengan sepasang Naga/ Liong berada diatas atap gapura.

Melalui jari-jari lentik para ahli Sumatera Selatan (Palembang) dan Jawa Barat (Bandung) mempolesi dinding-dinding, juga dimeriahkan kaborasi warna merah dan kuning, menambah keagungan gerbang kebajikan. (rom)

18 Jun 2010

Residives Pencuri Harimau DItangkap

JAMBI – Setelah menjadi burunan selama sepuluh bulan, satu lagi pelaku pencurian Harimau di Kebun Binatang Taman Rimba Jambi berhasilditangkap.

Pencurian satwa langka yang tak lazim dilakukan tersebut, dilakukan oleh tiga orang pelaku, yang mana satunya telah divonis penjara lebih dari tiga tahun dan seorang lagi kini masih buron.

Menurut pengakuan pelaku, mereka sengaja mencuri Harimau dengan cara memberikan makanan yang telah diberi racun, perbuatan tersangka tergiur dengan keuntungan yang mencapai puluhan juta rupiah.

Pelaku yang tertangkap, yakni Akmalul Mukminin, warga nyogan, Kabupaten Muara Jambi, Jambi yang merupakan otak dari pencurian Harimau di Kebun Binatang Taman Rimbo Jambi,
Tersangka Akmalul merupakan residivis yang sudah empat kali keluar masuk penjara tersandung dengan berbagai kasus kriminal. Pelaku ditangkap saat tengah asik nongkrong di Mall Matahari seorang diri.

Dari pengakuan tersangka, ia bersama Udin Bolu dan Iwan mencuri Harimau betina yang bernama Sheila di kebun binatang dengan cara memberikan makanan yang telah diberi racun kepada Harimau tersebut dan setelah Harimau itu mati, lalu mereka menguliti Harimau tersebut dan membawanya ke Palembang untuk dijual, dari hasil penjualan Harimau tersebut, dirinya hanya memperoleh 5 juta rupiah dan uangnya dihabiskan untuk berfoya-foya. (nug)