28 Feb 2011

Ditemukan Tempayan Kuburan Kuno

JAMBI, TRIBUNJAMBI.COM - Benda-benda peninggalan prasejarah ditemukan oleh Muhammad Busri (56) warga Desa Sungai Gelam, Kecamatan Sungai Gelam, Kabupaten Muaro Jambi, awal Januari lalu.

Satu buah tempayan yang digunakan sebagai kuburan kuno, terbuat dari tanah liat berwarna coklat dengan tekstur agak halus dan padat ditemukan Busri di belakang rumahnya saat mau menggali tanah untuk septictank.
Tempayan kuburan tersebut berbentuk badan bulat lonjong tanpa lingkar kaki, dengan bahu landai hingga batas leher, tinggi 37 cm dan berdiameter 33 cm. Bersamaan dengan tempayan kubur ditemukan juga 7 buah periuk, 2 buah kendi, 1 buah senjata berupa parang, dan 2 buah mata uang logam (koin).

Kepala Seksi Pelestarian Pemanfaatan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jambi Rusmeijani Setyorini didampingi stafnya Novie Hari Putranto kepada Tribun, Minggu kemarin mengakui adanya temuan benda cagar budaya berupa tempayan kuburan, periuk, kendi, senjata dan uang logam.

Setyorini menduga, benda-benda cagar budaya tersebut berasal dari masa tradisi prasejarah. "Masa tradisi prasejarah itu terus berlangsung hingga sekarang. Pelestarian awal kita lakukan peninjauan lokai penemuan seperti yang dilaporkan oleh M Busri kepada kita," ungkap Setyorini.

Menurut dia, temuan ada kemiripan dengan Situs Lebak Bandung Jambi, dan Situs Sentang Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan.

Dikatakannya, temuan itu di belakang rumah Busri Jalan Bumi Perkemahan RT 02 Sungai Gelam, Kecamatan Sungai Gelam, Kabupaten Muaro Jambi. "Kita sudah minta Balai Arkeologi Palembang untuk meneliti benda-benda cagar budaya itu. Dan Jumat lalu, tim dari Arkeologi sudah turun ke lokasi," ujarnya.

http://jambi.tribunnews.com/2011/02/28/ditemukan-tempayan-kuburan-kuno

Tempayan dari Tradisi Prasejarah

JAMBI, TRIBUNJAMBI.COM - Retno Purwanti tim peneliti dari Balai Arkeologi Palembang yang dhubungi Tribun via telepon Minggu (27/2) mengatakan, dia dan beberapa petugas Balai Arkeologi Palembang sudah meninjau ke Sungai Gelam. "Dugaan sementara, tempayan kuburan itu berasal dari tradisi prasejarah. Tapi kita masih meneliti," katanya.
Retno memperkirakan khusus tempayan digunakan untuk kuburan sekunder. Maksudnya, jasad yang sudah terkubur digali lagi dengan ritual tertentu, dan diambil tulang belulangnya. Lalu, dimasukkan ke dalam tempayan, kemudian dikuburkan lagi.

Muhammad Busri mengakui pernah menemukan tempayan, periuk, kendi, uang logam kuno dan senjata. Namun, dia lupa tanggal dan hari penemuan tersebut. Hasil temuan itu sangat di luar dugaan, karena membuat heboh desanya. Selain itu para pemburu harta karun pun berbondong-bondong datang ke tempatnya.

Kata Busri, benda-benda yang menjadi incaran pemburu harta karun itu ia temukan di belakang rumahnya saat mau menggali tanah untuk membuat septictank.

"Waktu itu saya mau menggali tanah, tiba-tiba ada seperti genteng. Padahal rumah saya tidak beratap genteng kok bisa muncul. Lalu kami gali lagi, dan rupanya muncul lagi di sebelahnya," ujar Busri kepada Tribun.

Lantas temuan tadi dia laporkan ke Museum Negeri Jambi. Namun, oleh petugas museum disarankan ke BP3 Jambi. "Ya, tentulah saya laporkan ke pihak yang berwenang. Dan petugas BP3 pun langsung turun ke lapangan dan memotret temuan saya tersebut. Sekarang benda-benda cagar budaya itu masih tersimpan di rumah saya," katanya.

M Busri mengatakan jerih payahnya harus diganti dengan imbalan yang wajar. "Saya tidak mematok tarif, namun upaya penemuan ini, dengan kerja keras menggalinya, mesti diganti dengan imbalan yang wajar," ujar Busri.

http://jambi.tribunnews.com/2011/02/28/tempayan-dari-tradisi-prasejarah

26 Feb 2011

Tim Temukan Motif Ikan di Bata

BEBERAPA laki-laki terlihat menggali tanah di halaman Candi Kedaton, di Situs Candi Muaro Jambi, Jumat (25/2) siang. Lubang galian berbentuk kotak dengan kedalaman yang berbeda-beda. Bukan sembarang menggali, karena para pekerja tersebut ternyata sedang melakukan penggalian arkeologi.
Selama penggalian, tim menemukan sesuatu yang baru, yaitu motif ikan dan lingkaran pada bata dalam struktur bangunan. Keduanya masih berada dalam satu kotak galian dan hanya berselisih satu buah bata. Kotak tempat penemuan itu berada di sebelah utara Candi Kedaton.

Menurut ketua tim ekskavasi, Retno Purwanti, temuan motif ikan ini merupakan yang pertama di Jambi. Sebelumnya pernah ditemukan goresan pada batu bata, namun yang berbentuk motif ikan baru pertama kali.

Motif ikan ini, kata Retno, pernah juga ditemukan di Situs Bumiayu, Sumatera Selatan. "Tapi yang di Bumiayu ditemukan pada reruntuhan, jadi penemuan yang masih pada tempatnya ya di Jambi ini," jelasnya.

Retno mengatakan, bahwa goresan pada bata berbentuk ikan dan lingkaran berkaitan erat dengan ritual keagamaan. Kemungkinan tempat itu untuk meditasi atau tempat persiapan ritual.

Selain bata bermotif, tim juga menemukan fragmen jari arca. Fragmen ini ditemukan di kotak yang berada di sebelah barat candi Kedaton. Potongan jari arca tersebut berbentuk ibu jari, namun memiliki ukuran lebih besar dari ibu jari manusia dewasa. Panjangnya sekitar 10 centimeter.

Jika melihat ukuran potongan jari itu, dapat diperkirakan bahwa arcanya berukuran lebih besar dari ukuran manusia. Namun, sampai sekarang arca yang dimaksud belum berhasil ditemukan. "Bisa jadi stupa, namun untuk mengambil kesimpulan itu butuh penelitian lebih lanjut," kata Retno.

Tempat ditemukannya fragmen itu berada pada struktur bangunan yang diperkirakan adalah Candi Perwara yang mengapit candi utama. Dari penggalian yang dilakukan, Retno menduga bahwa struktur bangunan itu adalah candi apit seperti yang biasa terdapat di candi-candi di Jawa.

"Ada dua bangunan yang letaknya berada di samping candi utama, jadi kemungkinan ini adalah candi apit," katanya.

Penggalian atau dalam istilah arkeologi dikenal dengan ekskavasi merupakan bagian dari penelitian arkeologi. Kegiatan ini, kata Retno, akan berlangsung selama sepuluh hari dan telah dimulai sejak Sabtu (19/2). Sampai saat ini sudah 19 kotak yang dibuka dengan ukuran bervariasi antara 2x2 meter hinga 2x4 meter.

"Penggalian ini adalah program dari Balai Arkeologi Palembang bekerja sama dengan BP3 Jambi," ucapnya pada Tribun. Ekskavasi dilakukan untuk meneliti fungsi halaman candi Kedaton. "Candi Kedaton memiliki 11 halaman yang mengelilingi candi utama," katanya.

Dari kesimpulan sementara, ucap Retno, halaman Candi Kedaton digunakan sebagai tempat berlangsungnya upacara. "Halaman candi digunakan untuk ritual keagamaan, baik meditasi maupun upacara," ucapnya. (kurnia prastowo adi)

http://jambi.tribunnews.com/2011/02/26/tim-temukan-motif-ikan-di-bata

23 Feb 2011

Sister Site Untuk Muaro Jambi-Nalanda

JAMBI - Kawasan Percandian Muaro Jambi memiliki hubungan yang sangat baik dengan candi Nalanda, di India. Hal ini dikatakan ahli Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, Bambang Budi Utomo, disela-sela Diskusi Ilmiah Arkeologi, Selasa (22/02) di Grand Abadi Hotel, Jambi.
Lelaki yang akrab dipanggil Tomy ini menceritakan, beliau kunjung di India diutusan oleh The Society Of Muaro Jambi Temple (The SOMT), selama 10 di Nalanda Tomy mendapat sambutan baik dari pihak Nalanda. Diluar dugaan, pihak Nalanda tampaknya sudah mengenal baik Indonesia, melalui Candi Muaro Jambi. "Mereka lebih mengenal Sumateranya sebelum Indonesia," katanya kepada.

Hubungan baik itu tercipta saat salah satu raja Swarnadwipa (Muaro Jambi) memberikan dana bagi pembangunan di Nalanda pada abad ke-9. Jasa tersebut sudah dikenal luas di Nalanda dan sampai saat ini masih terasa jasanya.

Berdasarkan riset tersebut, terdapat kesamaan bangunan Muaro Jambi dengan Nalanda itu sendiri. Dari segi lokasinya sama-sama dekat jalur transportasi air. Dari segi bahan pembuatan candi, sama-sama menggunakan batu bata merah. Serta bentuk-bentuk kontruksinya juga memiliki kesamaan.

Tomy menjelaskan, Candi Muaro Jambi dahulu digunakan sebagai pusat pendidikan bagi warga yang ingin dikirim ke Nalanda. "Sebelum pergi ke Nalanda, mereka belajar dulu disini (Muaro Jambi)," tambahnya.

Biarpun demikian, Tomy menjelaskan bahwa Candi Muaro Jambi memiliki warna budayanya sendiri."Keadaan lingkungan dan masyarakat di India dan Indonesia jelas berbeda,".

Kedepannya, kemungkinan akan dilakukan 'sister site' untuk kedua candi ini. Hal ini dikatakannya sebagai wujud kerja sama antar kedua Candi. Bisa dalam penelitian maupun ziarah. "Selama ini belum pernah ada sister site," jelasnya.

Menindaklanjuti hal tersebut, rencananya tanggal 5 Maret mendatang The Society Of Muaro Jambi Temple (The SOMT) akan mengundang contact personnya yang ada di India untuk melakukan kunjungan formal ke Muaro Jambi. Yaitu Benoi Belt, seorang fotografer profesional dunia. Ia memiliki relasi yang cukup luas bahkan akrab dengan Direktur Nalanda, Nava Nalanda Mahawihara.

Kunjungan tersebut nantinya selain untuk menjalin hubungan silaturahmi antar kedua situs, juga untuk survey pembuatan video dokumenter tentang Candi Muaro Jambi.

Pembuatan video dokumenter itu sendiri rencana akan dilakukan awal Juli mendatang. Pada saat itu Direktur Nalanda, Dirjen Arkeologi India direncanakan hadir. "Benoi akan membawa dua kru film profesional," pungkasnya.

Diskusi Ilmiah Arkeologi ke-XXVIII

* Candi Muaro Jambi Sebagai Warisan Budaya
JAMBI - Diskusi Ilmiah Arkeologi ke-XXVIII yang sedianya akan dilaksanakan tahun 2010 kemarin, akhirnya terlaksana, Selasa (22/02) pagi. Bertempat di Kerinci Room Hotel Grand Abadi, Jambi, para ahli arkeologi se-Indonesia berkumpul untuk membahas agenda tahunan tersebut.
Pada kesempatan tersebut diskusi difokuskan untuk memberdayakan percandian Muaro Jambi sebagai warisan budaya.

Staff Ahli Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Bidang Multikultur, Hari Untoro Drajat mengatakan, untuk mewujudkan warisan budaya ini ada tiga aspek yang harus dilakukan yaitu perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan situs.

Dalam hal ini pemberdayaan masyarakat menjadi prioritas. Sesuai dengan tema diskusi saat itu "Kawasan Percandian Muara Jambi Menuju Warisan Budaya: Pemberdayaan Masyarakat", maka dalam hal ini peran masyarakat sekitar penting.

Diharapkan masyarakat sekitar candi ikut terlibat dalam perlindungan, pengembangan, dan perawatan situs. Hal ini akan jauh lebih efektif, selain candi dapat terpantau, masyarakat sekitar juga akan mendapat lahan pekerjaan yang menjajikan.

Saat ini pemugaran candi masih terus dilakukan. Bahkan untuk komplek candi Kedaton sedang dilakukan penggalian situs di sekeliling candi utama. Penggalian dimulai Senin lalu (21/02) dan direncanakan selesai Sabtu depan.

Menurut staff BP3 Jambi, Agus, pemugaran akan terus dilakukan secara bertahap. Saat ini penggalian dilakukan disekitar candi Kedaton utama. "Sambil menggali, penelitian akan terus dilakukan," jelasnya.

Diskusi hari ini berlangsung selama lebih kurang lima jam, dimulai pukul 09.00. Setelah diskusi selesai peserta mendatangi kompleks percandian Muaro Jambi untuk menyaksikan langsung proses penggalian.

Acara kali ini dihadiri Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3), perwakilan Dinas Pariwisata Jambi, perwakilan Dinas Pemuda dan Olah Raga Jambi, serta Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Komda Aceh, Riau, Medan, Yogyakarta, dan Jawa Tengah.

Hadir pula komunitas Budhisme Jambi, Tokoh Pemuda Desa Muara Jambi, tokoh akademisi, serta The Society of Muaro Jambi Temple (The SOMT).

21 Feb 2011

Tuapekong, Keluar Setelah Dua Tahun

KOMPAS.com - Lima buah rumah kayu warna merah yang ramai dengan hiasan beraksara China diarak dengan cara dipanggul mengelilingi kawasan kota tua di Kota Padang, Sumatera Barat. Rumah-rumah kayu yang disebut kio itu bergerak maju mundur serta ke kanan dan ke kiri seperti mabuk, dengan pembuka jalan sepasang barongsai yang bergerak lincah .
Orang-orang dengan ikatan selendang kuning dan merah yang memanggulnya dibuat blingsatan. Sejumlah orang bahkan tampak harus beroleh perawatan di dalam ambulans yang mengiringi rombongan besar itu.

Kemacetan tak terhindarkan karena orang-orang berkerumun di pingir-pinggir jalan menyaksikan pawai akbar tersebut. Sejumlah pemanggul kio tampak saling bergantian di tengah gerakan-gerakan yang kacau tak beraturan.

Di sela-sela keruwetan itu, sejumlah orang tampak mengibas-ngibaskan dedaunan yang sebelumnya dicelup dalam seember kecil air. Percikan air itu membasahi para pemanggul kio yang beberapa di antaranya tampak kepayahan.

Hari itu Kamis (17/2/2011) pagi atau persis 15 hari setelah perayaan Tahun Baru Imlek. Sebuah pentas yang disebut tuapekong, toapekong, atau tepekong digelar untuk merayakan Cap Go Meh yang jatuh persis pada hari itu.

Adalah Himpunan Tjinta Teman atau Hok Tek Tong (HTT) Padang yang menggelar atraksi tersebut. HTT adalah perkumpulan sosial yang bergiat dalam bidang pemakaman dan sudah berdiri sejak 148 tahun lalu.

Soal penamaan perayaan itu, HTT yang beranggotakan sekitar 10 ribu orang di Indonesia itu punya pendapat. Sebetulnya, namanya itu tuapekong, kata Ketua HTT Padang Ferryanto Gani.

Hari itu adalah yang pertama kalinya lima kio dengan berat antara 100 kilogram hingga 470 kilogram itu diarak lagi, setelah vakum pada 2009 dan 2010 lalu. Kio terbesar dibuat di Jepara dan masing-masing yang lebih kecil langsung diimpor dari China.

Namun, pusat atraksi pagi itu bukanlah lima kio tersebut. Lima kio itu hanya menjadi semacam rumah untuk enam buah patung berbentuk manusia yang didewakan dan disebut sebagai lotjo.

Menurut Ferryanto, karena kekurangan kio, sebuah kio terberat diisi dengan dua lotjo. Ferryanto mengatakan, lotjo itu adalah seorang r aja dan pengawalnya yang dipercaya telah menjadi dewa.

Sementara empat kio lainnya, diisi masing-masing sebuah lotjo yang menurut Ferryanto adalah adik-adik dari raja lotjo yang berasal dari daratan China. "Lotjo ini sebelumnya memang seorang raja. Ia lalu meninggal dan digantikan saudaranya yang kejam, rakyatnya lalu ingat dan ramai-ramai sembahyang di kuburannya. Setalah itu turunlah hujan, dan sejak itu ia didewakan," katanya.

Karena itulah, sebagian warga keturunan Tionghoa menganggap lotjo sebagai semacam panduan harapan. Ferryanto menyebutkan, dengan dilakukannya perayaan dan atraksi tersebut, diharapkan segala bencana bisa jauh.

"Kalaupun ada, jangan sampai membuat terkejut," kata Ferryanto.

Karena itulah, lotjo kemudian diperlakukan spesial. Untuk mengeluarkannya dari tempat penyimpanan di lantai empat gedung HTT Padang, memerlukan ritual khusus.
Demikian pula untuk mengembalikannya. Ada syarat dan lelaku khusus yang mesti dijalani.

Bahkan, kata Ferryanto, keputusan untuk dilakukannya arak-arakan atau tidak, akan sangat tergantung dari keinginan lotjo yang dipercayainya bisa diajak komunikasi.

Termasuk menentukan rute perjalanan hari itu yang jauhnya sekitar tiga kilometer.

Lotjo juga punya semacam penjamin kesejahteraan bagi dirinya yang bertugas mencari uang. Namanya Ang O Bin yang dalam pentas itu dipersonifikasikan menjadi dua orang berpakaian ala pendekar warna hitam bergaris merah dengan sebagian wajah dicat hitam dan sebelahnya lagi dicat merah.

"Kalau selendang merah dan kuning buat yang memanggul, itu artinya hanya sebagai tanda untuk kio tertentu yang harus dipanggul," ujar Ferryanto.

Khusus bagi para pemanggul, sekalipun terkesan berat, namun saking terbawa suasana trance maka beban berat itu rupanya tak lagi dirasakan. "Saya justru tidak merasakan adanya beban berat," kata Tan U Hua Kepala Seksi Kebudayaan HTT Padang yang ikut memanggul salah satu kio.

Menurut Tan, seluruh gerakan kio terjadi dengan sendirinya, dan tidak digerakkan oleh para pemanggul. "Untuk pantangan agar bisa memanggul kio juga tidak ada," ujarnya.

Bagi sejumlah penonton, atraksi dalam keramaian pawai itu tetap menarik perhatian sekalipun terkesan mistis. Upik Rahmawati, yang hari itu menonton di pinggir jalan bersama dua anaknya mengaku sudah biasa dengan atraksi tersebut.

Upik yang suaminya juga ikut menjadi salah seorang pemain dalam atraksi tersebut mengatakan, warga sekitar relatif juga sudah biasa dengan tontonan tersebut. Ia mengatakan, tidak juga merasa takut dengan atraksi yang terkesan mistis itu.

Hari beranjak siang, perayaan Cap Go Meh pun diteruskan. Gambang HTT Padang dengan dua gitaris akustik, seorang violis, seorang pemain ukulele , seorang pemain bas betot, dan seorang pemain kolintang melagukan sejumlah nomor Mandarin. Sayangnya tidak ada kecapi dan suling, kata seorang pengunjung yang kemudian larut dalam dendang.

http://oase.kompas.com/read/2011/02/20/18564099/

18 Feb 2011

Cap Go Me Di Jambi, Dimeriahkan Atraksi Siksa Diri, Barongsai dan Liong

JAMBI – Tentu banyak warga yang pernah menyaksikan atraksi barongsai yang kian marak di setiap daerah, kesenian tersebut berasal dari negeri China yang kemudian dibawa ke berbagai pelosok dunia oleh para imigran Tionghoa, termasuk juga masuk ke Tanah Air Indonesia pada masa yang lampau.
Pertunjukan Barongsai biasanya dilakukan pada akhir penutupan tahun baru Imlek, yaitu tanggal 15 bulan I (Jia Gwee Cap Go), menurut penanggalan Tionghoa yang dikenal dengan sebutan malam Cap Go Me.

Karnafal Cap Go Me kali ini ditampilkan berbagai pertunjukan kesenian dan salah satunya kesenian Barongsai dan Liong. Selain pertunjukan kesenian Barongsai dan Liong, juga karnafal pasukan bendera kebesaran sin beng serta arak-arakan kim sin (patung dewa) dan juga disemarakan dengan pesta kembang api untuk menambah meriah suasana Cap Go Me.

Karnaval Cap Go Me dalam perayaan ini, mengarak sejumlah patung dewa dewi diantaranya Kim Sin “Hok Hie Te Sien, Go Hu Tua Lang Kong” dari klenteng Makin Sai Che Tien, terus Kim Sin “Che Liong Kong” dari Makin Leng Chun Keng, Kim Sin “Tai Sang Lau Chin, Go Lui, Mau San Co Se” dari rumah ibadah Lam Tien Tong serta Kim Sin “Cheng Cui Co Se, Kwan Seng Tai Te, Hien Tien Siong Te” dari Klenteng Hok Kheng Tong.

Penampilkan pawai barongsay dan liong dari sejumlah klenteng, arak-arakan tandu dewa dan atraksi siksa diri dengan berbagai senjata tajam di malam Cap Go Me yang diselenggarakan pada hari ke-15 perayaan imlek itu akan mengitari kawasan Koni di Kelurahan Talangjauh, Kecamatan Jelutung, menuju ke Klenteng Ceng Hong Lau di Kelurahan Budiman, Kecamatan Jambi Timur, yang jaraknya sekitar lima kilo.

Atraksi Barongsai di tengah suasana Cap Go Meh sangat meriah dibandingkan saat suasana lain. Atraksi Barongsai berikut Liong mengeliling desa biasanya diiringi dengan keahlian para pemain. Di hampir setiap pintu rumah, Barongsai datang memberi hormat dan tuan rumah menyambutnya. umumnya tuan rumah sering memberi ang pau (amplop merah berisi uang).

Acara Cap Go Me, juga di hadiri wakil Gubernur Jambi, Danrem 042/ Gapu, Kapolda Jambi, Walikota Jambi beserta undangan lainnya, namun sangat disayangkan bahwa salah satu pejabat kompeten di Jambi yakni Kanwil Departemen Agama Provinsi Jambi yang tidak diundang oleh panitia pelaksana.

17 Feb 2011

Sembahyang Goan Siao Cui

JAMBI – Banyak kalangan yang hanya mengetahui Malam Perayaan Cap Go Me, namun tidak tahu apa makna yang tergandung didalam perayaan Cap Go Me tersebut, istilah Cap Go Me nampaknya lebih akrab dan melekat sebagai sebutan di kalangan masyarakat Tionghoa di Indonesia.
Sedangkan asal dari China lebih dikenal dengan nama sebutan Goan Siao atau Goan Me artinya bulan purnama pertama pada tanggal 15 Imlek, Cap Go yang artinya 15 dan Me adalah malam.

Hari raya Cap Go Me merupakan rangkaian upacara sembahyang terakhir di tahun baru Imlek, pada hari itu keluarga yang merayakan imlek kembali menggelar sesaji di altar abu leluhur, maupun di klenteng. Sesaji untuk acara Cap Go Me lebih sederhana bila dibandingkan diwaktu tahun baru Imlek maupun Ceng Beng dan Cioko.

Di Klenteng Hok Kheng Tong Jambi, siang tadi (17/2), adakah sembahyang bersama menyambut datangnya Cap Go Me yang dipimpin oleh Lim Tek Chong Tau She dari Tiongkok.

Acara sembahyang Cap Go Me dilakukan saat siang, sore atau malam hari disetiap klenteng-klenteng, Cap Go Me di negeri Tirai Bambu, paling meriah saat menjelang malam tiba, lampion (lentera) kertas aneka bentuk dan warna yang didominasi warna merah dengan diterangi dian penuh sentuhan artistik makin berbinar dengan sinar keperakan sang rembulan bulat yang menyembul saat itu, sehingga memberi nuansa akan satu selebrasi yang hadir setahun sekali.

Bagaimana perayaan Cap Go Me di Jambi? pesta goan siao di Jambi selain pawai Lampion atau Tanglung, atraksi barongsai, liong dan arak-arakan Kim Sin Sin beng (patung dewa) keliling kampung-kampung, namun sebelum acara tersebut dilaksanakan, segari sebelumnya diadakan sembahyang Goan Siao (rom-yul)

Serba Serbi Cap Go Me

Cap Go Me adalah "perayaan malam hari di bulan pertama" - Yuan Xiao Jie, tetapi di Indonesia lebih dikenal dgn nama Capgome (Capgo = 15) sebab ini dirayakan pada tanggal 15 bulan pertama dari kalender Imlek. Semasa dinasti Han, pada malam capgome tersebut, raja sendiri khusus keluar istana untuk turut merayakan bersama dgn rakyatnya. Capgome mulai dirayakan di Indonesia sejak pertengahan abad ke 17, ketika terjadi migrasi besar dari China Selatan.
Di barat Capgome dinilai sebagai pesta karnevalnya etnis Tionghoa, karena adanya pawai yang pada umumnya dimulai dari Klenteng. Nama Klenteng sekarang ini sudah dirubah orang menjadi Vihara yang sebenarnya merupakan sebutan bagi rumah ibadah agama Buddha.

Hal ini terjadi sejak pemerintah tidak mengakui keberadaannya agama Konghucu sebagai agama. Sedangkan sebutan nama Klenteng itu sendiri, bukannya berasal dari bahasa China, melainkan berasal dari bahasa Jawa, yang diambil dari perkataan "kelintingan" - lonceng kecil, karena bunyi-bunyiaan inilah yang sering keluar dari Klenteng, sehingga mereka menamakannya Klenteng. Orang Tionghoa sendiri menamakan Klenteng itu, sebagai Bio baca Miao

Capgome juga dikenal sebagai acara pawai menggotong joli Toapekong untuk diarak keluar dari Klenteng. Toapekong (Hakka=Taipakkung, Mandarin=Dabogong) berarti secara harfiah eyang buyut untuk makna kiasan bagi Dewa yang pada umumnya merupakan seorang kakek yg udah tua.

Capgome tanpa adanya barongsai dan liong (naga) rasanya tidaklah komplit. Tarian barongsay atau tarian singa yg juga dikenal dengan nama Shiwu. Sedangkan nama "barongsai" adalah gabungan dari kata Barong dlm bahasa Jawa dan Sai = Singa dalam bahasa dialek Hokkian. Singa menurut orang Tionghoa ini melambangkan kebahagiaan dan kegembiraan.

Ada dua macam jenis macam tarian barongsay yg satu lebih dikenal sebagai Singa Utara yang penampilannya lebih natural sebab tanpa tanduk, sedangkan Singa Selatan memiliki tanduk dan sisik jadi mirip dengan binatang Qilin.

Seperti layaknya binatang-binatang lainnya juga, maka barongsai juga harus diberi makan berupa Angpau yg ditempeli dengan sayuran selada air yang lazim disebut "Lay See". Untuk melakukan tarian makan laysee ini para pemain harus mampuan melakukan loncatan tinggi, sehingga ketika dahulu para pemain barongsai, hanya dimainkan oleh orang2 yg memiliki kemampuan silat - "Hokkian = kun tao" yang berasal dari bahasa Mandarin Quan Dao (Quan = tinju, Dao = jalan), tetapi sekarang lebih dikenal dgn kata Wu Shu, padahal artinya Wu Shu sendiri itu adalah seni menghentikan kekerasan.

Didepan barongsai selalu terdapat seorang penari lainnya yg menggunakan topeng sambil membawa kipas. Tokoh ini disebut "Sang badut" yg tugasnya sebagai pemandu untuk menggiring Barongsai ketempat yg ada angpauwnya.

Dahulu tarian barongsai adalah upacara ritual keagamaan untuk penolak bala, tetapi sekarang ada aliran modern yang tidak mengkaitkan dgn upacara keagamaan sama sekali, mereka menilai barongsai hanya sekedar asesories untuk nari atau media entertainment saja, seperti juga halnya dengan payung untuk tari payung, atau topeng dalam tarian topeng.

Barongsai sebenarnya sudah populer sejak zaman periode tiga kerajaan (Wu, Wei & Shu Han) tahun 220 - 280 Masehi. Pada saat itu ketika raja Song Wen sedang kewalahan menghadapi serangan pasukan gajah Raja Fan Yang dari negeri Lin Yi. Panglimanya yg bernama Zhing Que mempunyai ide yang jenius dengan membuat boneka-bonek singa tiruan untuk mengusir pasukan raja Fan. Ternyata usahanya itu berhasil sehingga sejak saat ini mulailah melegenda tarian barongsai tersebut hingga kini.

Tarian naga (liong) disebut "Lungwu" dalam bahasa Mandarin. Binatang mitologi ini selalu digambarkan memiliki kepala singa, bertaring serigala dan bertanduk menjangan.

Naga di China dianggap sebagai dewa pelindung, yg bisa memberikan rejeki, kekuatan, kesuburan dan juga air. Air di China merupakan lambang rejeki, karena kebanyakan dari mereka hidup dari bercocok tanam, maka dari itu mereka sangat menggantungkan hidupnya dari air. Semua kaisar di Cina menggunakan lambang naga, maka dari itu mereka duduk di singgasana naga, tempat tidur naga, dan memakai pakaian kemahkotaan naga. Orang China akan merasa bahagia apabila mendapatkan seorang putera yang lahir di tahun naga.

Kita bisa melihat apakah ini naga lambang dari seorang kaisar ataukah bukan dari jumlah jari di cakarnya. Hanya kaisar yg boleh menggunakan gambar naga dengan lima jari di cakarnya, sedangkan untuk para pejabat lainnya hanya 4 jari. Bagi rakyat biasa yang menggunakan lambang naga cakarnya hanya boleh memiliki 3 jari saja. Naga itu memiliki tiga macam warna, hijau, biru dan merah, dari warna naga tersebut kita bisa melihat kesaktiannya, merah adalah yang paling sakti.

Pada umumnya untuk tarian naga ini dibuatkan naga yg panjangnya sekitar 35 m dan dibagi dalam 9 bagian, tetapi untuk menyambut tahun baru millennium di China pernah dibuat naga yang panjangnya 3.500 meter dan dimainkannya di atas Tembok Besar China.

Terutama di Jakarta dan sekitarnya rasanya kurang komplit apabila arak-arakan Capgome ini tanpa di iringi oleh para pemain musik "Tanjidor" yg menggunakan instrument musik trompet, tambur dan bajidor (Bedug). Orkes ini sudah dikenal sejak abad ke 18. Konon Valckenier gubenur Belanda pada saat itu sudah memiliki rombongan orkes tanjidor yg terdiri dari 15 orang pemain musik. Tanjidor biasanya hanya dimainkan oleh para budak2, oleh sebab itulah musik Tanjidor ini juga sering disebut sebagai "Sklaven Orkest"

Sumber: Budaya Tionghoa http://www.confucian.me/profiles/blogs/serba-serbi-cap-go-meh

11 Feb 2011

Kwan Kong (關聖帝君) Pahlawan Kesetiaan Penganut Khong Zi


Pada akhir masa pemerintahan Donghan (Han Timur), setelah terjadi dua kali perang saudara, pejabat di kerajaan yang setia dan adil semakin berkurang. Ditambah lagi serangan dari musuh dan kekacauan di dalam pihak militer, kekuasaan dinasti Han yang mempersatukan Tiongkok selama 400 tahun mendekati detik detik kehancurannya. Di masa yang serba sulit dan kacau ini, kebanyakan orang mengutamakan keuntungan, mereka berpihak kepada situasi dan kekuasaan yang bisa menguntungkan dirinya. Jika tidak menguntungkan dirinya maka mereka akan berpaling pada pihak yang bisa menguntungkan, sama sekali tidak memperdulikan kesetiaan dan ketulusan. Namun ada beberapa orang yang sangat mementingkan kesetiaan dan di masa ini makin bisa menonjolkan keluhuran jiwanya.
Semenjak perang di wilayah Chibi, perlahan lahan terbentuklah tiga negeri yaitu negeri Wei, Shu dan Wu. Di antara tiga negeri itu, yang paling kecil adalah negeri Shu di bawah pimpinan raja Liubei. Beliau bisa menjadi raja dan berperang dengan negeri Wu dan Wei selain berkat bantuan penasihat Zhu Geliang yang sangat cerdik, juga berkat bantuan adik angkatnya Guan Yu dan Zhang Fei.

Nama Guan Yu, nama semasa kanak adalah Yun Chang, beliau berasal dari provinsi He Dong Jie Liang (Sekarang provinsi Shan Xi kabupaten Lin Jin). Wajahnya merah, matanya bagaikan mata burung phoenix yang menjulang ke atas, alis mata tebal dan kasar, wajahnya sangat berwibawa, senang membaca Kitab Chunqiu. Guan Yu karena membunuh orang kaya yang suka menindas kaum lemah di desanya lalu melarikan diri dari kampungnya dan sejak itu merantau ke mana mana. Ketika para penyamun dengan ikat kepala dari kain kuning sedang merajalela, pemerintah menempelkan pengumunan di distrik Zhuo Jun untuk merekrut tentara untuk membasmi kawanan penyamun. Guan Yu bertolak menuju Zhuo Jun, kemudian tiba di sebuah losmen untuk beristirahat dan kebetulan bertemu dengan Liu Bei dan Si Penjual arak dan daging babi Zhang Fei yang berbicara tentang keadaan yang kacau saat itu. Bertemu dengan sesama satria maka Liu, Guan dan Zhang pun menjadi teman karib. Zhang Fei yang berpostur tubuh tinggi besar dan bersuara kencang berkata dengan gembira, Di belakang rumahku ada sebuah taman persik, bunganya bermekaran, besok kita bersembahyang Langit dan Bumi di taman itu, kita bertiga bersumpah untuk menjadi saudara angkat, bersatu padu mengerjakan hal besar.

Mereka bertiga meneguhkan sumpah setia, Meski tidak lahir pada hari yang sama, namun sudi meninggal pada tahun, bulan dan hari yang sama. Di antara mereka bertiga, Liu Bei menjadi kakak tertua, Guan Yu menjadi kakak ke dua dan Zhang Fei yang ke tiga, lalu di taman persik itu juga mereka minum arak sepuasnya sampai mabuk.

Ketika Liu Bei merekrut tentara kampung halamannya di distrik Zhuo Jun, Guan Yu dan Zhang Fei adalah pejabat militer yang melawan musuh. Kemudian Liu Bei menjabat di Ping Yuan, beliau mengangkat Guan Yu dan Zhang Fei sebagai panglima jenderal memimpin pasukan. Mereka bertiga tidur seranjang, akrab bagaikan saudara kandung, namun ketika berada di lingkungan pemerintahan, keduanya seharian berdiri di samping kiri kanan Liu Bei, tidak pernah menunjukkan sikap lengah, menyertai Liu Bei ke mana mana mengerjakan urusan pemerintahan, tidak menghindar dari segala macam bahaya. Setelah Liu Bei berhasil membunuh Shu Zou, beliau mengutus Guan Yu menjaga markas di kota Xia Pei, merangkap jabatan Tai Shou, sementara Liu Bei sendiri kembali ke kabupaten Pei.

Ketika pemerintahan Kaisar Han Xian memasuki tahun ke lima, Cao Chao memimpin pasukan menyerang Liu Bei, Liu Bei kalah perang, lalu beliau bergabung dengan Yuan Shao. Cao Chao berhasil menangkap Guan Yu, namun dia tidak memperlakukan GuanYu sebagai tahanan perang, bahkan sebaliknya memberikan pelayanan istimewa kepada beliau. Guan Yu diangkat menjadi wakil jenderal. Menurut peraturan militer, jika berhasil menangkap jenderal dari pihak lawan, maka harus disiksa untuk mendapatkan informasi militer pihak lawan, lalu dihukum mati. Inilah yang dinamakan ‘Satria Mengagumi Satria, Cao Chao malah menghargai jiwa satria Guan Yu dengan memberikan perlakuan istimewa kepadaNya, karena tidak mau kehilangan satria yang berbakat ini. Guan Yu sendiri tahu bahwa Cao Chao sangat menghargainya sehingga tidak membunuhnya, beliau merasa berhutang nyawa pada Cao Chao, maka beliau memutuskan menetap di perkemahan militer Cao Chao sampai memiliki kesempatan membalas budi Cao Chao, barulah pergi meninggalkannya.

Tidak berapa lama kemudian, Yuan Shao mengutus Jenderal Yuan Liang menyerang Liu Yan, Cao Chao mengutus Zhang Liao dan Guan Yu menyerang musuh di barisan depan. Dari kejauhan Guan Yu melihat bendera Yuan Liang, beliau memacu kudanya berlari kencang menerobos pasukan musuh lalu membunuh serta memenggal kepala Yuan Liang dan dibawa pulang. Tak seorang jenderal di bawah pimpinan Yuan Shao pun yang mampu menahan serangannya. Akhirnya Guan Yu memenangkan perang di daerah Bai Ma, Cao Chao segera melapor ke istana serta menganugerahkan jabatan Hou (Pembesar) pada beliau di Han Shou Ting.

Cao Chao sangat mengagumi jiwa satria Guan Yu, tapi dia tahu isi hatinya yang tidak sudi menetap selamanya di sisinya, sehingga mengutus Zhang Liao membujuknya, berharap bisa menetap dan membantu di pemerintahannya. Zhang Liao pun mencari tahu isi hatiNya, Guan Yu dengan berat hati berkata, Saya sangat menghargai budi Cao Chao, namun saya telah menerima jasa dan kebaikan dari Liu Bei, bahkan telah mengangkat saudara dengannya, saya tidak akan melanggar sumpah kami! Saya tidak akan berlama lama di samping Cao Chao, namun sebelum pergi, saya akan mengerjakan satu tugas besar demi membalas budinya.

Zhang Liao melaporkan semua perkataan Guan Yu kepada Cao Chao. Cao Chao sangat terharu dengan jiwa setia Guan Yu, dan dia tahu bahwa Guan Yu akan pergi meninggalkannya setelah membunuh Yuan Liang. Cao Chao memberikan banyak hadiah padaNya, namun semua hadiahnya tidak dibawa, Guan Yu meninggalkan satu surat untuk Cao Chao menyampaikan rasa terima kasihnya. Banyak pasukan Cao Chao ingin mengejarnya namun dilarang Cao Chao dan berkata, GuanYu ingin kembali kepada tuannya, tak perlu dikejar! Akhirnya Guan Yu berhasil kembali ke sisi Liu Bei.

Demi membalas budi Cao Chao yang tidak membunuhnya, beliau berperang melawan musuh, membunuh Yuan Liang, membantu Cao Chao mengatasi kekacauan di Bai Ma; demi menunjukkan kesetiaan kepada Liu Bei, beliau menolak jabatan yang tinggi dan kekayaan dari Cao Chao. Di masa yang serba kacau itu, jarang ada orang yang tidak mementingkan keuntungan, namun Guan Yu bisa melepaskan kekayaan dan jabatan, lebih memilih kesetiaan. Jiwa kesetiaan inilah yang kemudian mendapatkan kekaguman dari orang orang! Jangan heran orang orang kemudian memandang beliau sebagai simbol kesetiaan dan menyebutnya sebagai Sang Suci Guan Gong.

Orang-orang melukiskan Kwan Kong sedang berdiri diapit oleh anaknya (Kwan Ping) dan pengawalnya, sementara Kwan Kong duduk sambil membaca kitab Chun Qiu Jing (Sejarah Musim Semi dan Musim Rontok/ Spring and Auntum Annals) karangan Nabi Agung Khong Zi

Catatan : Bahwa kini nama besar 關聖帝君 Kwan Kong/ Kwan Seng Te Kun/ Kwan Seng Tai Tee diganti orang menjadi : Satya Dharma, Bodhisatva Satyakalama (http://jindeyuan.org/kwan-kong-bodhisatva-satyakalama/index.htm).

http://www.confucian.me/forum/topics/kuan-kong-pahlawan-kesetiaan?

8 Feb 2011

Umat Khonghucu Jambi Rayakan Se Jit Cheng Cui Co She

JAMBI – Enam hari setelah perayaan Imlek 2562, ratusan umat Khonghucu di Jambi Selasa pagi (7/2-2011) mendatangi Klenteng “Hok Kheng Tong” yang terletak dikawasan Koni IV, Kelurahan Talangjauh, Kecamatan Jelutung.
Kedatangan ratusan umat Khonghucu tersebut adalah untuk menyambut dan memeriahkan peringatan hari jadi sin beng (dewa) Cheng Cui Co She atau yang lebih dikenal dengan panggilan Co She Kong di Klenteng “Hok Kheng Tong” Kota Jambi.

Mereka silih berganti berdatangan ke Klenteng Hok Kheng Tong untuk mengikuti prosesi upacara ultah Cheng Cui Co She, perayaan ini merupakan ritual diawal tahun 2011.

Upacara sembahyang langsung di Pimpin oleh Lim Tek Chong Tau She (Sai Kong) dari Tiongkok, upacara mulai dari pukul 09.00 hingga pukul 12.00, sebagaimana biasanya berbagai sesajen terbentang di atas meja berwarna merah ada juga sesajian yang dibawa oleh umat sendiri.

Prosesi upacara terbagi dalam dua tahap, yakni tahap pertama sembahyang menghadap altar Tie Kong (bahasa hokkien), artinya Tuhan red, tahap kedua baru sembahyang di altar Cheng Cui Co She (Co She Kong). Tahap demi tahap diikuti oleh segenap pengurus klenteng Hok Kheng Tong dan Lo Cu (panitia), seusai tahap pertama umat Khonghucu di hibur oleh Barongsai dari Perkumpulan Hok Liong Sai, setengah jam kemudian, prosesi upacara kedua dilanjutkan didalam altar Cheng Cui Co She (Co She Kong).

Seusai sembahyang tersebut, semua sesajen lalu dimasak dan dimakan bersama. Menurut kepercayaan umat, dengan memakan makanan dari hasil sembahyang ulang tahun para sin beng, diri mereka akan mendapatkan perlindungan dari mahluk jahat. (rom)

6 Feb 2011

Makna Ritual Po Un

JAMBI – Setiap orang tentu mengharapkan agar dapat hidup dengan rasa aman, mempunyai keluarga yang sejahtera, usaha lancar dan murah rezeki, serta bisa terhindar dari segala palapetaka, maka pada umumnya warga Tionghoa yang beragama Khonghucu melakukan Po Un (menambah sinergi).
Bagi warga yang akan mengikuti upacara Po Un, yaitu pertama-tama harus mendaftarkan diri di panitia, lalu menyerahkan nama-nama keluarga yang ikut, terus mencantumkan tanggal lahir, bulan, tahun dan jam kelahiran yang bersangkutan.

Selanjutnya, masing-masing peserta wajib membawa baju, untuk lainnya seperti sesajen, disediakan oleh panitia di Makin Sai Che Tien diantaranya, telur rebus yang dikasih warna merah, ketan/ wajik, mie sua, kertas sembahyang dan Hio (gaharu).

Po Un merupakan salah satu tradisi yang telah ada sejak ribuan tahun silam dikalangan umat yang Khonghucu. maka, tidak heran bila warga Tionghoa yang memeluk agama Khonghucu selalu mengikuti ritual tersebut di klenteng-klenteng setiap tahunnya.

Lim Tek Chong Tau She Pimpin Upacara Po Un

JAMBI – Hari ini beberapa klenteng menggelar prosesi Po Un, Po Un merupakan sebuah tradisi bagi warga Tionghoa yang dilakukan sejak ribuan tahun silam, meskipun ada perbedaan dalam tatacara pelaksana dari masing-masing klenteng, namun maksud dan tujuanya adalah sama yakni untuk memohon perlindungan dan keselamatan.
Tradisi Tionghoa kuno dikenal dengan sebuah upacara Po Un. Banyak kalangan salah tafsir dikira sama dengan Ci Suak. Padahal dua hal yang berbeda sama sekali. Po = menambah, Un = Un Gie = energi (menambah energi). Karena itu mestinya dilakukan hanya pada orang yang habis kena jiong.

Sejak pagi hari, puluhan kepala keluarga (KK) telah hadir untuk mengikuti prosesi Po Un yang dipimpin Lim Tek Chong Tau She, satu persatu umat mengikuti Tao She (rohaniawan) dari belakang, sambil membaw keranjang yang berisi sesajian, pakaian, kim cua, ditangan kanan membawa hio (gaharu), mereka mengitari sebuah reflika jembatan sebanyak 12 kali, sebagai simbol menghorbati masing-masing shio.

Menurut Ketua Majelis Agama Khonghucu (MAKIN) klenteng “Sai Che Tien”, Darmadi Tekun (The Kien Peng), saat upacara Po Un di lokasi di Rt. 02 Kelurahan Talangjauh, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi, bahwa “Tujuan Po Un ini, adalah untuk meminta perlindungan dan menjaga keselamatan dari para sin beng (dewa-dewi), syarat-syarat peserta Po Un adalah membawa pakaian yang akan digunakan oleh umat bersangkutan, serta beberapa sajian dan tak kalah penting pemohon wajib ikut dalam ritual po un”.

Tambah Darmadi, Po Un kali ini tetap seperti tahun-tahun sebelumnya, prosesi Po Un dipimpin langsung oleh rohaniwan Makin Sai Che Tien, Lim Tek Chong Tau She di klenteng Makin Sai Che Tien selama seminggu, yakni dari tanggal 6 sampai 12 Februari 2011.

“Po Un merupakan salah satu tradisi yang telah mendarah daging dikalangan umat yang beragama Khonghucu. Jadi, tidak heran bila warga Tionghoa yang beragama Khonghucu selalu mengikuti ritual tersebut di klenteng-klenteng setiap tahunnya”. katanya.

Dari beberapa ritual yang dilakukan di klenteng, hanya perbedaan pelaksanaan dari tata cara masing-masing klenteng, namun tujuannya sama yakni memohon keselamatan. “Ada beberapa shio yang bertentangan dengan shio Kerinci yang jatuh tepat pada 2011 ini. Maka, orang yang memiliki shio yang bertentangan tersebut mesti ikut ritual Po Un,” katanya.

Bahwa po un tersebut sudah dilakukan sejak ribuan tahun silam (sebelum masehi) oleh umat Khonghucu di China. Sehingga untuk mempertahankan ritual tersebut, sampai kini warga Tionghoa di Jambi, tetap menggelar upacara tersebut. Mereka percaya bahwa setiap orang yang lahir di atas muka bumi tentu memiliki chiong/ kias dari masing-masing shio. Maka chiong inilah yang harus dicocokkan dengan shio setiap orang dan shio setiap tahunnya, tahun ini adalah shio Kerinci chiong dengan shio Ayam.

Tradisi Tionghoa kuno dikenal dengan sebuah upacara Po Un. Banyak kalangan salah tafsir dikira sama dengan Ci Suak. Padahal dua hal yang berbeda sama sekali. Po = menambah, Un = Un Gie = energi (menambah energi). Karena itu mestinya dilakukan hanya pada orang yang habis kena jiong.

3 Feb 2011

Robin Adakan Open House Buat Warga, Amanah Leluhur

JAMBI - Setiap Tahun Baru Imlek/ Yin Li Xin Nian (Chinese New Year) yang jatuh pada hari Kamis, 3 Februari 2011/ Tanggal 1, Bulan 1 tahun Imlek (Cia Gwee Che It) bertepatan dengan pergantian tahun Imlek yang berdasarkan perhitungan lunar (peredaran bulan).
Untuk merayakan Imlek 2562, keluarga Pengusaha Galangan Kapal PT Naga Cipta Central menggelar open house (silaturahmi) di kediamannya di Jalan HMO Bafadhal, Rt 01, Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Jelutung. Sejak pagi warga telah berduyun-duyun mendatangi rumah Robin.

Robin adalah salah satu tokoh Tionghoa yang berprofesi sebagai pengusaha PT. Naga Cipta Central, setiap tahun mengadakan open house untuk kalangan masyarakat bawah."Kalau ada open house, di sini rame dikunjungi warga," kata keluarga Robin, Kamis (3/2/2011). Selain itu warga juga disuguhi atraksi Hok Liong Sai yang sengaja didatangkan keluarga Robin, selain itu, setiap warga yang hendak pulang diberikan angpao (amplop merah yang berisi sejumlah uang kertas).

Maka tidak heran sejak pagi hari ratusan warga kelurahan Cempaka Putih dan sekitarnya, bahwa ada yang datang dari daerah kumpeh, mereka berduyun-duyun mendatangi kediaman Robin sembil menyampaikan ucapan selamat Tahun Baru Imlek.

Ujar Robin, setiap tahun baru Imlek, keluarga kita senantiasa mengadakan open house untuk kalangan warga masyarakat, open house tersebut merupakan amanah dari orangtua “Kita tidak membeda-bedakan golongan yang datang menyampaikan ucapan tahun baru Imlek dan untuk tahun ini kita sediakan seribu angpao untuk warga”.

Robin juga kerap memberikan sejumlah uang yang dimasukan kedalam amplop warna merah (angpao) untuk warga yang datang. "Iya suka ngasih angpao buat warga yang datang.” Ujar Robin. (rom)

Imlek, Barongsai Kunjungi Rumah Warga

JAMBI – Rasanya tidak lengkap, perayaan tahun baru Imlek 2562 tidak dilengkapi atraksi Liong dan Barongsai (reflika naga dan singa).
Untuk menyemarakkan tahun baru Imlek ke 2562 tahun ini, atraksi Liong dan Barongsai dari perkumpulan Hok Liong Sai di kota Jambi tidak hanya dapat dinikmati di klenteng-klenteng atau pusat perbelanjaan saja, tetapi juga dirumah-rumah. Selain menjemput angpau, atraksi barongsai juga menyimpan makna religius, yakni dipercayai dapat mengusir segala roh jahat dan mendatangkan keberuntungan.

Selain dapat menjumpai berbagai pernak pernik imlek di rumah-rumah warga, atraksi Barongsai dan Liong dijalanan juga menjadi hiburan tersendiri bagi warga masyarakat.

Perkumpulan Hok Liong Sai, sejak pukul 07.00 pagi tadi telah mendatangi rumah-rumah warga untuk menyampaikan ucapan selamat tahun baru imlek 2562.

Atraksi tersebut sangat ditunggu oleh warga Tionghoa yang merayakan imlek, juga merupakan hiburan tersendiri bagi masyarakat yang kebetulan melintasi jalan itu, hingga menghentikan kendaraannya untuk menyaksikannya atraksi liong dan barongsai. Liuk-liuk dan tarian yang digerakan pemain liong dan barongsai membuat siapa saja yang menyaksikan akan terasa kagum.

Seperti kata Robin, setiap tahun rumahnya selalu dikunjungi rombongan barongsai dan liong, karena Robin mempercayai bahwa barongsai sarat dengan pesan-pesan religius dan yakni dapat mengusir segala macam roh jahat dan mendatangkan keberuntungan pemilik rumah, “setiap tahun baru imlek, rombongan barongsai selalu datang kerumah-rumah warga untk menyampaikan ucapan selamat tahun baru imlek dan sekaligus untuk mengusir segala roh jahat dan mendatangkan keberuntungan bagi warga.” (rom)

Ribuan Umat Khonghucu Sembahyang Ke Klenteng

JAMBI - Perayaan Tahun Baru Imlek ke 2562 tahun ini di sambut antusias oleh ribuan umat Khonghucu se-kota Jambi (03/2-2011).

Sejak pukul 00.00 dini hari tadi, belasan klenteng yang berada di kota Jambi telah dibuka untuk memberikan pelayanan terhadap umat Khonghucu yang hendak melakukan sembahyang Imlek dan berdoa.

Seperti yang dilakukan para umat Khonghucu di klenteng Siu San Teng, klenteng terbesar di kota Jambi yang terletak dikawasan Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Jelutung, kota Jambi.

Kehadiran ribuan umat Khonghucu di klenteng Siu San Teng juga dimanfaatkan puluhan pengemis musiman untuk mendapatkan darma dari umat yang memadati klenteng-klenteng.

Warga berharap, di tahun yang baru ini, kehidupan akan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya dan keluarga akan diberikan kesehatan serta kesejahteraan.

Aroma gahayu yang semerbak harumnya tercium dari depan gerbang klenteng diiringi terangnya puluhan lilin berwarna merah dari berbagai ukuran Sebagai ungkapan rasa syukur

Sembahyang ini sudah dilakukan umat Khonghucu sejak ribuan tahun silam secara turun temurun dan dilakukan setiap perayaan Imlek.

Warga berharap semoga di tahun yang baru ini, kehidupan akan lebih baik dan umat akan diberikan kesejahteraan serta kesehatan. (rom)

Melirik Aktivitas Imlek Di Siu San Teng

JAMBI - Ketika memasuki area klenteng Siu San Teng, warna merah dan emas mendominasi penglihatan, yang merupakan simbol kemakmuran bagi etnis Tionghoa. Di iringi aroma harum dari Gaharu (hio) disetiap sudut klenteng tersebut.
Klenteng yang ada di Jambi, sejak dini hari telah membuka pintu gerbang untuk umat memberikan pelayanan kepada Khonghucu yang hendak lakukan sembahyang pada tahun baru imlek, Salah satunya adalah Klenteng Siu San Teng yang berada di kawasan Kampung Manggis Jambi.

Klenteng Siu San Teng yang terletak di Jalan Kirana I merupakan salah satu klenteng terbesar yang ada di Kota Jambi.

Awal mulanya klenteng ini berada di Jalan Husni Thamrin, Kelurahan Beringin, Kecamatan Pasar Jambi, Kota Jambi. Yang dibangun pada jaman Belanda, Klenteng Siu San Teng yang lama kini telah menjadi salah satu cagar budaya.

Altar utama Klenteng Siu San Teng adalah Sin Beng Hok Tek Chen Sen yang diasa disebut masyarakat Jambi “Tua Peng Kong” maka tidak heran pada hari raya Imlek banyak dikunjungi umat Khonghucu untuk sembahyang sambil berdoa demi kesejahteraan keluarga, usaha dan lain sebagainya. (rom-yul)

2 Feb 2011

Jelang Imlek, Sembahyang Sin Beng dan Leluhur

JAMBI – Salah satu tradisi yang masih bertahan di Jambi adalah warga Tionghoa yang menganut agama Khonghucu melakukan sembahyang kepada arwah orangtua maupun leluhur, tradisi tersebut sebenarnya memiliki makna luas, bukan sekedar memberi makan kepada arwah orangtua (leluhur). Sembahyang tersebut merupakan sebuah kewajiban bagi setiap anak terhadap orangtua (leluhur) sehari sebelum Tahun Baru Imlek.
Menurut Rohaniwan Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN) Sai Che Tien, The Lien Teng (2/2-2011). Sembahyang terhadap leluhur atau keluarga, merupakan wujud bakti seorang anak kepada orangtuanya maupun leluhur mereka. "Bakti kepada orangtua tidak hanya merawat dan menjaga hingga meninggal, tetapi juga saat setelah meninggal dunia. Ini mengingatkan kita bahwa kita berada di atas dunia ini tidak semata-mata karena Tuhan, tetapi juga orangtua." Ujarnya.

Oleh karena itu, sehari sebelum datang Imlek, warga Tionghoa yang beragama Khonghucu melakukan sembahyang didepan altar para sin beng dan altar orangtua atau leluhur mereka, dimeja atas meja disediakan berbagai sesajian, seperti mie basah, bihun, sam seng, buah-buahan, aneka kue dan tidak ketinggalan kertas sembahyang, semua itu untuk dipersembahkan kepada orangtua/ leluhur mereka yang telah wafat, selanjutnya pada hari Imlek, mereka lakukan sembahyang di klenteng-klenteng, sebagai ungkapan syukur kepada para sin beng yang telah memberikan kesehatan, kesejahteraan keluarga maupun rejeki, selain itu mereka juga memohon agar tahun 2011 lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.

Sementara itu, pada tahun baru Imlek 2562, Liong (naga) dan Barongsai (singa) dari Perkumpulan Hok Liong Sai adakan mendatangi rumah-rumah warga Tionghoa mulai pukul 07.00 hingga tengah hari, ujar Ketua Hok Liong Sai, Chen He Siang/ Herman Suprato, “Besok rombongan liong dan barongsai akan keliling kampung-kampung mendatangi rumah-rumah warga untuk menyampaikan ucapan tahun baru Imlek 2562.”

Rombongan liong dan barongsai akan star dari simpang empat Jelutung, melintasi jalan Madura terus ke simpang royal dan masuk ke jalan Kamboja, selanjutnya rombongan akan kedaerah Talangbanjar, Tanjungpinang. (rom)

Menikmati Imlek di Sepenggal Jalan...

WAJAH Jalan Wotgandul di kawasan pecinan Kota Semarang di Jawa Tengah menjadi lebih cantik, Sabtu (29/1/2011) malam. Lampion-lampion merah tergantung di tengah jalan, di antara barisan stan-stan yang menawarkan makanan hingga pernak-pernik Imlek atau Sincia. Membuat denyut kehidupan di kawasan ini sungguh bergeliat malam itu.
Udara panas dan lengket tidak menghalangi lelaki-perempuan, tua-muda, dari berbagai latar belakang etnis berdesak-desakan di penggalan jalan itu. Sekadar memenuhi hasrat masuk ke tengah pusat keramaian Pasar Imlek Semawis (PIS) yang digelar hingga 1 Februari 2011, atau dua hari menjelang Sincia, Tahun Kelinci 2562 Imlek yang jatuh pada 3 Februari 2011 dalam penanggalan Masehi.

Wangi hioswa (dupa) tercium dari sejumlah klenteng di Jalan Wotgandul, musik berbahasa Mandarin, membuat suasana menjelang Imlek menjadi lebih kental terasa. Ditambah lagi, malam itu ada beberapa lelaki dan perempuan berkostum tokoh-tokoh mitologi China, seperti Sun Go Kong, tiga dewa, Kwan Im, serta Thian Shang Sheng Bo (dewi laut) yang bergaya dan bisa diajak berpose oleh pengunjung.

Sumiyati (45) dan Sarkun Ariyanto (48), warga Lempong Sari, Semarang Tengah, malam itu mengaku khusus datang untuk menikmati kemeriahan menjelang perayaan Imlek itu. ”Saya tidak merayakan Imlek, tetapi rasanya ada yang kurang kalau tidak ke sini. Saya ingin mencoba makanan khas China dan melihat tariannya. Ternyata menarik,” tutur Sumiyati.

PIS yang sudah delapan kali digelar Komunitas Pecinan Semarang untuk Pariwisata (Kopi Semawis), bagi Jongkie Tio, pemerhati budaya Tionghoa di Semarang, perlahan-lahan menjadi bagian dari masyarakat Semarang. Kini, PIS bukan hanya disajikan dan dinikmati oleh orang-orang Tionghoa saja, tetapi juga dinikmati warga Kota Semarang lainnya.

”Bisa dilihat yang datang itu multietnis. Dan akulturasi itu merupakan salah satu perbedaan pecinan Semarang dengan daerah lain sejak dulu,” paparnya.

Tengok, misalnya, Pasar Gang Baru alias Gang Senggol di pecinan Semarang yang biasa menyediakan pernik dan kebutuhan menjelang Sincia. Di gang itu bisa ditemukan makanan peranakan hingga penganan khas Jawa. Atau ada pula Perkumpulan Rasa Dharma (Boen Han Tong) di Gang Pinggir yang menyimpan gamelan Jawa klangenan orang-orang Tionghoa dahulu.

Begitu pula dengan TK dan SD yang dikelola Yayasan Khong Kauw Hwee di Gang Lombok, yang menyediakan pendidikan gratis bagi anak tak mampu dari berbagai etnis.

Untuk mengangkat itu pula, kemeriahan PIS oleh panitia dipecah di Gang Pinggir serta di Klenteng Tay Kak Sie di Gang Lombok. Selain itu, acara yang ditampilkan tidak melulu kesenian Tionghoa peranakan saja, seperti wayang potehi atau pameran karya arsitek Liem Bwan Tjie, dan foto pecinan. Namun, ada pula ketoprak Ngesti Pandowo atau pameran batik semarangan.

Selain membuat kemeriahan dan melestarikan tradisi pasar malam Jie Kauw Meh (malam tanggal 29) serta mengenalkan tema besar ”pembauran” kepada khalayak, PIS juga merupakan salah satu upaya merevitalisasi pecinan Semarang. PIS mencoba membangunkan kawasan seluas 25 hektar dari tidurnya. Pada hari biasa setiap malam tiba, kawasan itu biasanya sunyi tanpa aktivitas.

Upaya lain dilakukan dengan menggelar Pasar Semawis setiap akhir pekan di Gang Warung untuk wisata kuliner.

Ketua Panitia Pasar Imlek Semawis Darmadi mengakui, tujuan revitalisasi itu sendiri masih belum tercapai sepenuhnya. Masih banyak hal yang harus dibenahi di kawasan pecinan agar lebih menarik untuk dikunjungi wisatawan selain dengan PIS, termasuk pembenahan infrastruktur.

Angin segar kini mulai terasa. Mulai tahun 2011, Pemerintah Kota Semarang memasukkan PIS sebagai agenda tahunan Kota Semarang. Wali Kota Semarang Soemarmo HS juga menyatakan mendukung pengembangan kawasan pecinan untuk menarik wisatawan ke Kota Semarang.

Dukungan pemerintah yang lebih luas kini ditunggu agar kemeriahan itu tidak hanya terasa sekali setahun…. (Antony Lee/Amanda Putri)

http://travel.kompas.com/read/2011/02/02/08110673/

Tradisi Imlek, Berharap Kesejahteraan

Kamis (03/1) besok, Masyarakat Tionghoa, khususnya penganut agama Khonghucu merayakan Imlek, yaitu Tahun Baru berdasarkan peredaran bulan dan tahun didasarkan pada tahun kelahiran Nabi Khongzi. Apa saja tradisinya.?
Masyarakat keturunan China di Indonesia menggunakan kata sincia "bulan 1 yang baru" dengan ucapan Sincun Kionghi "Selamat Menyambut Musim Semi yang Baru" atau Kionghi berarti "Selamat". Juga ada kata 'guo nian' (bahasa Mandarin), berarti "melewati tahun yang baru".

Di negara China (RRC), perayaan Imlek dinamakan Chunjie, berarti "Perayaan Musim Semi". Kata Chunjie digunakan sejak RRC merdeka. Sebelumnya digunakan istilah Yuandan, berarti hari pertama di tahun yang baru dimasuki. Sedangkan sejak 1949, Pemerintah RRC menetapkan nama Yuan dan untuk Tahun Baru Internasional, sedangkan Tahun Baru Imlek dinamakan Chunjie.

Menurut beberapa narasumber, menuturkan, secara umum perayaan Tahun Baru ini memiliki makna permohonan yaitu agar dalam setahun ke depan, dapat memperoleh kesejahteraan, rezeki dan keberuntungan.

"Sedangkan secara religi, imlek bertujuan untuk mendapatkan pembebasan, penyembuhan, penyucian, pemurnian dan pembaruan dari Tuhan untuk memperoleh hidup dan semangat baru untuk menempuh masa depan yang lebih baik," ujarnya.

Upacara menyambut Imlek, Toapekong (dewa) naik, dilakukan pada bulan 12 atau Cap Ji Gwee (bahasa Hokkian)/ bulan La (bahasa Mandarin) tanggal 23 atau 24. Pada tanggal itu, Toapekong yang naik adalah Dewa Dapur bernama Zao Shen, dewa keluarga yang menentukan baik-buruknya nasib suatu keluarga. Di Indonesia Dewa Dapur juga disebut Cao Kun Kong.

"Agar Dewa Dapur tidak melaporkan hal yang jelek, manusia mencari akal untuk menyenangkan hatinya. Salah satunya adalah berupa sesajen dengan makanan wajib berupa permen yang manis, liat, dan lengket, manisan buah kundur yang dikenal sebagai tangkua atau tangkwe," paparnya.

Ada tiga kegiatan penting pada malam tahun baru imlek. Pertama, kepala keluarga memasang petasan. Kemudian, pintu utama rumah ditutup dan disegel dengan kertas merah agar hawa dingin tidak masuk ke rumah. Kertas merah sebagai lambang uang, merupakan alat menjaga kesejahteraan keluarga. Sesudah pintu ditutup, lalu dipasang perapian.

Acara berikutnya, makan malam bersama dengan suguhan 12 macam masakan dan 12 macam kue yang mewakili 12 shio. Masakan yang dihidangkan biasanya berkaitan dengan kemakmuran, panjang umur, kebahagiaan maupun keselamatan. Seperti tiga macam daging kurban (samseng) berupa ikan bandeng, ayam betina dan daging babi.

Tujuan dari suguhan tersebut adalah supaya manusia tidak mengikuti sifat ketiga hewan tersebut. Misalkan ikan bandeng yang mirip dengan ular bersisik, supaya tidak berlaku jahat seperti ular, kemudian ayam yang suka berpindah-pindah walaupun makanannya belum habis, yaitu agar manusia tidak serakah. Sedangkan babi, sesuai dengan sifatnya, supaya manusia tidak menjadi pemalas.

Selain itu adapula kue keranjang (Nian gao). Nian artinya tahun sedangkan gao artinya tinggi sehingga kue ini biasanya disusun tinggi. Pada zaman dulu, tingginya kue keranjang menandakan kemakmuran keluarga pemilik rumah.

Kemudian, suguhan kue-kue yang umumnya jauh lebih manis daripada biasanya (Tian=manis), dimaksudkan agar kehidupan bisa menjadi lebih manis daripada tahun-tahun sebelumnya.

Kemudian kue lapis legit (spekkoek) perlambang datangnya rejeki berlapis-lapis, ikan mas (yu), agar rejeki berlimpah tahun dengan emas yang banyak, dan shou mian (mie panjang umur) agar umur dipanjangkan.

Lalu, pisang raja atau pisang mas yang melambangkan emas atau kemakmuran, jeruk kuning (diusahakan ada daunnya) yang melambangkan kemakmuran, tebu yang mengartikan kehidupan manis yang panjang, nanas (Wang Li) untuk kejayaan karena melambangkan mahkota raja.

Selain itu ada kolang kaling agar pikiran tetap jernih dan agar-agar berbentuk bintang yang dimaksudkan agar kehidupan di masa datang bisa menjadi lebih bersinar.

Adapun beberapa makanan yang perlu dihindari adalah buah-buahan yang berduri seperti salak atau durian, bubur, yang melambangkan kemiskinan serta makanan-makanan yang berasa pahit seperti pare, karena hal ini melambangkan kepahitan hidup.

Menurut Hermina, dulu ada tradisi pay qui, yaitu orang tua duduk dan anak-anak melakukan sungkem. Kemudian orang tua memberikan ang pao kepada anak-anak.

Tradisi angpao bukan hanya monopoli tahun baru Imlek, melainkan bisa dilakukan dalam peristiwa apapun yang melambangkan kegembiraan, seperti pernikahan, ulang tahun, masuk rumah baru dan lainnya.

Perayaan Imlek berlangsung pada puncaknya pada hari ke-15, ditutup dengan perayaan Cap Go Me (malam menjelang hari ke-15) yaitu saat bulan purnama bersinar penuh. Bila perayaan imlek banyak difokuskan pada keluarga, maka perayaan Cap Go Me difokuskan pada perayaan kemasyarakatan. Selamat merayakan Imlek. (tim)

Cai Shen Ye 玄壇元帥

Xuan Tan Yuan Shuai (Hian Than Goan Swee – Hokkian) seringkali disebut Cai Shen Ye (Jay Sin Ya – Hokkian) atau dewa kekayaan. Dewa ini mempunyai wilayah pemujaan yang luas dan termasuk yang paling popular karena kepercayaan yang menyatakan bahwa dari tangannyalah rejeki manusia berasal.
Latar belakang kisah Cai Shen Ye ada beberapa macam versi. Yang paling banyak dikenal adalah riwayat Zhao Gong Ming (Tio Kong Beng – Hokkian) yang diambil dari novel Feng Shen. Dalam novel itu diceritakan antara lain sebagai berikut :

Kaisar Zhou-wang (Tiu Ong – Hokkian) dari Kerajaan Shang memerintahkan jendralnya yang kenamaan, Wen Zhong (Bun Tiong – Hokkian), untuk menyerbu Xi-chi, basis pasukan Wen Wang (Bun Ong – Hokkian). Untuk mencapai maksudnya itu, Wen Zhong minta bantuan enam orang sakti mandraguna, guna membentuk formasi barisan yang disebut Shi-jue-Zhen (Sip Ciat Tin – Hokkian) atau Barisan Sepuluh Pemusnah. Tapi Jiang Zi Ya berhasil menghancurkan enam diantaranya. Melihat kekalahan dipihaknya, Wen Zhong minta bantuan Zhao Gong Ming yang pada waktu itu bertapa di gua Lou-fu Dong, pegunungan E Mei Shan (Go Bi San – Hokkian).

Gong Ming menyatakan kesanggupannya untuk membantu. Pada waktu ia turun gunung, seekor harimau besar menerkam. Harimau itu tak berkutik di bawah tudingan dua jari tangannya. Dengan angkin diikatnya leher si raja hutan, kemudian dikendarai. Pada dahi harimau itu kemudian ditempelkan selembar “FU” atau surat jimat. Untuk selanjutnya si raja hutan tunduk di bawah perintahnya dan menjadi tunggangannya.

Dengan mengendarai harimau, Zhao Gong Ming bertempur dengan Jiang Zi Ya. Setelah beberapa jurus, Zhao Gong Ming mengeluarkan ruyung saktinya dan menghajar Jiang Zi Ya hingga roboh dan tewas. Tapi untung, datanglah Guang Cheng Zi (Kong Sheng Cu – Hokkian). Ia menolong Zi Ya dan dia hidup kembali. Huang Long Zhen Ren (Ui Liong Cin Jin – Hokkian) keluar untuk bertempur dengan Zhao Gong Ming, tapi tertawan oleh tali wasiat Gong Ming. Chi Jing Zi dan Guang Cheng Zi pun terpukul jatuh oleh pertapa yang berkesaktian segudang itu.

Tapi kemudian Zi Ya mendapat bantuan seorang sakti dari pegunungan Wu-yi Shan yang bernama Xiao Sheng. Semua barang wasiat Zhao Gong Ming berhasil dirampas. Merasa kehilangan muka, Zhao Gong Ming kabur ke pulau San Xian Dao (Pulau Tiga Dewa) untuk menemui seorang pertapa wanita yang sakti, Yun Xiao Niang Niang. Kepada Yun Xiao Niang Niang, Gong Ming meminjam sebuah gunting wasiat, untuk merebut kembali wasiat – wasiatnya yang dirampas musuh.

Ternyata gunting wasiat itu adalah dua ekor naga yang berubah rupa, sebab itu kemampuannya luar biasa. Banyak dewa – dewa sakti dari pihak Zi Ya terpotong menjadi dua bagian dan tewas dengan mengerikan karena pusaka ini. Jiang Zi Ya jadi gelisah, para prajuritnya juga menjadi gentar. Pada saat yang kritis itu datanglah seorang Taoist dari pegunungan Gun Lun Shan (Kun Lun San – Hokkian) yang bernama Lu Ya. Lu Ya menyuruh Zi Ya membuat boneka dari rumput. Pada badan boneka tersebut diletakkan selembar kertas yang dituliskan nama Zhao Gong Ming. Di bagian kepala dipasang pelita kecil demikian pula pada bagian kaki. Di depan boneka itu diadakan sembahyangan selama 21 hari berturut – turut. Zi Ya, atas nasehat Lu Ya, bersembahyang disitu beberapa hari. Dia terus bersembahyang sampai suatu hari Zhao Gong Ming merasakan jantungnya berdebar – debar, badannya terasa panas dingin tak menentu. Semangatnya luruh begitu pula semua tenaganya. Pada hari yang ke 21, setelah mencuci rambutnya, Zi Ya mementang busur dan mengarahkan anak panah ke mata kiri boneka rumput tersebut. Zhao Gong Ming yang berada di kubu pasukan Shang, mendadak merasa mata kirinya sakit sekali dan kemudian buta. Panah Zi Ya berikutnya diarahkan kemata kanan boneka Zhao Gong Ming dan panah ketiga di jantungnya. Dengan demikian Zhao Gong Ming yang sakti ini akhirnya tewas oleh lawan.

Setelah Wu Wang berhasil menghancurkan pasukan Shang dan mendirikan dinasti Zhou, Zi Ya melaksanakan perintah gurunya untuk mengadakan pelantikan para malaikat. Zhao Gong Ming kemudian dianugerahi gelar Jin-long-ru-yi-zheng-yi-long-hu xuan-tan-shen-jun atau secara singkat disebut : Zheng Yi Zhen Jun (Ceng It Cin Kun – Hokkian) atau Xuan Tan Zhen Jun (Hian Tan Cin Kun – Hokkian). Xuan Tan Zhen Jun mempunyai empat pengiring, yang disebut Duta Dewa kekayaan, Cai Shen Shi Zi, yaitu :

1. Xiao Sheng yang bergelar Zhao-bao Tian-zun. (Malaikat Pemanggil Pusaka).
2. Cao Bao yang bergelar Na-zhen Tian-zun. (Malaikat Pemungut Benda Berharga).
3. Deng Jiu Gong yang bergelar Zhao-chai Shi-zi. (Duta Pemanggil Kekayaan).
4. Yao Shao Si yang bergelar Li-shi Xian-guan. (Pejabat Dewa Keuntungan).

Xuan Tan Zhen Jun bersama empat pengiringnya ini seringkali ditampilkan secara bersama – sama dalam gambar dan disebut Wu Lu Chai Shen (Ngo Lo Cay Sin – Hokkian) atau Dewa Kekayaan dari Lima Jalan.

Di tempat pemujaan, secara pribadi dalam rumah – rumah penduduk, seringkali Dewa Kekayaan ini ditampilkan sebagai seorang panglima perang berpakaian lengkap, wajahnya bengis, satu tangan menggenggam senjatanya berupa ruyung dan tangan yang lain membawa sebongkah emas, mengendarai seekor harimau hitam. Ini merupakan pelukisan yang diambil dari novel Feng Shen itu.

Selain versi Feng Shen ini, di dalam buku Sanjiao Yuan-liu Sou-shen Da-chuan atau “koleksi Lengkap Asal-usul Dewa-dewa aliran Sam-kauw”, disebutkan bahwa Xuan Tan adalah Zhao Yuan Shuai (Tio Goan-swe – Hokkian) atau jenderal Zhao, yang bernama Gong Ming. Ia berasal dari pegunungan Zhong-nan Shan (Ciong Lam San – Hokkian). Pada jaman dinasti Qin (246 SM – 200007 SM)ia meninggalkan kehidupan dunia dan pergi bertapa di pegunungan Long-hu Shan, menggantikan Zhang Tian Shi (Thio Thian Su – Hokkian) yang berkuasa di situ. Kemudian Yu Huang Da Di memberinya kekuasaan besar, antara lain memerintah Tiga Lapisan Alam, mengadakan perondaan di lima penjuru dan memilih tokoh-tokoh untuk memerintah sembilan benua.

Pengiring Zhao Yuan-shuai (Tio Goan Swee – Hokkian) sangat banyak. Ada yang disebut sebagai Ba-wang Meng-jiang (Pat Ong Beng Ciang – Hokkian) yaitu delapan panglima yang gagah berani, Liu-du Da-shen (Liok Tok Tay Sin – Hokkian) atau malaikat besar yang memiliki enam racun, Wu fang Lei-shen (Ngo Hong Lui Sin – Hokkian) atau Malaikat Halilintar dari lima penjuru, Wu-fang Chang-bing (Ngo Hong Jiang Ping – Hokkian) atau prajurit ganas dari lima penjuru, Er-shi-ba Jiang (Ji-cap-pe Ciang – Hokkian) atau dua puluh delapan panglima perang, Shui-huo Er-ying (Cui Hwee Ji Ing – Hokkian) atau dua kubu pasukan api dan air dan Tian-he Di-he Er-jiang (Thian Ho Te Ho Ji Ciang – Hokkian) atau dua panglima keselarasan langit dan bumi. Para pengiring ini bertugas antara lain mengusir angin atau mencurahkan hujan, membasmi kuman dan mengenyahkan penyakit, melindungi penderita sakit dan melenyapkan bencana, melaporkan apabila ada kesewenang-wenangan dan melindungi usaha perdagangan, membagi kekayaan kepada yang berhak, agar terjadi keadaan yang tentram dan damai di dunia.

Ada satu lagi versi yang menyebutkan bahwa Cai Shen sebetulnya ada dua, yaitu sipil atau Wen Cai Shen, dan militer atau Wu Cai Shen. Yang dimaksud dengan Wen Cai Shen adalah Wen Chang Di Jun (Bun Jiang Te Kun – Hokkian). Menurut buku “San-jiao Sou-shen Da-chuan”, Wen Chang Di Jun menjelma ke dunia 17 kali dan semuanya sebagai pejabat tinggi yang berpangkat Shi-dai-fu. Ia suka menolong orang yang sedang dirundung kesusahan, mema’afkan kesalahan dan sayang anak-anak yatim piatu. Wen Chang Di Jun mempunyai baskom yang berisi bermacam benda berharga. Di atas baskom itu berdiri seorang anak lelaki yang disebut Yun Cai Tong Zi atau anak penyalur kekayaan, yamg menggenggam emas di tangan kanannya, kakinya menginjak tumpukan bunga karang (bunga karang dalam bahasa Tionghoa adalah sanhu, termasuk salah satu benda berharga di masa lalu).

Wen Cai Shen ditampilkan sebagai seorang berwajah putih dan berjenggot panjang, kepalanya memakai topi yang bertelinga panjang, bajunya merah bersulam, tangannya mengenggam ru-yi (hiasan yang berbentuk jamur dan dianggap mengandung kekuataan gaib), wajahnya ramah dan memancar sinar kegembiraan. Seringkali Wen Cai Shen ini disebut sebagai Cai Bo Xing Jun atau Dewa Bintang yang menguasai kekayaan dan sandang.

Wu Cai Shen oleh sebagian orang disebut sebagai Zhao Gong Ming. Tapi ada lagi pendapat, bahwa sebetulnya Wu Cai Shen adalah Guan Gong atau Guan Di Jun (Kwan Te Kun – Hokkian). Inilah sebabnya banyak pedagang atau saudagar memuja Guan Gong di kantornya.

Pada kartu ucapan selamat tahun baru (tahu baru Imlik), biasa terdapat gambar suci ayng penuh dengan ratna-mutu-manikam dan lain benda berharga yang disebut Ju-bao-pen (baskom pengumpul pusaka). Kebiasaan menempelkan gambar ini berasal dari Cai Shen dalam versi lain yaitu Shen Wan San, yang disebut Huo Cai Shen (Wa Cay Sin – Hokkian) atau Cai Shen yang hidup.

Shen Wan San (Sim Ban San – Hokkian), karena sewaktu masih hidup banyak menyumbangkan harta bendanya untuk kepentingan orang banyak dan untuk membangun ibu kota, Yu Huang Da Di mengangkatnya sebagai Dewa Pelindung kota Nan-jing, setelah ia meninggal. Shen Wan San sebetulnya berasal dari keluarga miskin papa, tentang bagaimana kemudian ia menjadi kaya -raya, ada beberapa cerita sebagai berikut :

1. Menurut catatan dari kabupaten Xiu-shui dikatakan bahwa Shen Wan San berhasil memanfaatkan harta karun yang diketemukan ayahnya di sebuah kebun yang terlantar di kota Su-zhou.

2. Menurut catatan dari Yun-jiao Guan disebutkan bahwa masa kecilnya Shen Wan San memang dilalui dengan kemiskinan. Suatu hari ia menemukan sebuah benda seperti telur dari batu yang mengeluarkan sinar aneh dari sungai. Oleh anaknya, benda itu dipungutnya dan diserahkan kepada ayahnya. Ternyata batu itu adalah sebuah batu permata yang harganya selangit. Karena itulah ia menjadi kaya raya.

3. Pada suatu malam Shen Wan San sedang berbaring terlentang di atas perahu ikannya. Tiba-tiba Ia melihat bintang utara jatuh. Ia buru – buru memadahinya dengan karung kain dan ia memperoleh sebuah gantang. Pada saat fajar, seorang tua yang diiringi tujuh orang tukang pikul datang menemuinya dan berkata “barang – barang ini sementara kutaruh di tempatmu”. Setelah berkata begitu mereka lenyap. Isi pikulan yang ditinggalkan di situ, ternyata potongan emas yang berbentuk ladam. Dari sinilah akhirnya ia menjadi kaya raya.

4. Dikatakan bahwa keluarga Shen Wan-san mempunyai sebuah baskom pusaka yang dapat melipatgandakan benda apa saja yang dimaksudkan kedalamnya. Sebab itu ia jadi kaya.

Kelenteng yang khusus diperuntukkan untuk Cai Shen Ye atau Xuan Tan Yuan Shuai ini tidak banyak. Meskipun demikian pemujaan Cai Shen sangat luas, terutama oleh pedagang. Di Taiwan, dan terutama di propinsi Fujian, Tiongkok Selatan, ada upacara yang disebut “Zhuang Xuan Tan Ye”, yang berarti bertemu dengan Xuan Tan Ye. Upacara ini dilakukan pada tanggal 15 bulan 1 Imlik. Pada puncak upacara empat orang pria tinggi besar dan kekar bertelanjang dada, memikul dua batang bambu. Arca Cai Shen berikut tempat duduknya diikat di atas batang bambu tersebut. Dengan diiringi suara gembreng mereka diarak ke tiap – tiap rumah pendudukk untuk “ bertemu “ dengan penghuni rumah tersebut. Pada saat para saudagar melihat Cai Shen dating, mereka lalu berlomba – lomba memasang petasan. Kadang-kadang, mereka dapat memasang sampai berjam-jam tanpa berhenti. Keempat pria kekar yang memikul arca Cai Shen itu juga harus menunjukkan keberanian mereka untuk tetap tegar menghadapi berondongan petasan yang tidak jarang dilemparkan ke arah mereka. Untuk keselamatan mereka, sekarang para pemikul itu memakai helm pelindung kepala. Dengan segala keberaniannya mereka menerobos berondongan petasan, melanjutkan tugasnya dari rumah ke rumah, sampai semua petasan terbakar habis barulah mereka memperoleh upah.

Konon Xuan Tian tidak menyukai hawa dingin, sebab itu seringkali disebut juga sebagai Han Tan Gong yang berarti datuk dari panggung dingin. Untuk menambah wibawa dan panas arcanya, maka perlu banyak petasan dipasang, agar dapat memberikan perlindungan dan mendatangkan rejeki.

Pemujaan Xuan Tan di Indonesia terutama terdapat di Jakarta dan sekitarnya. Di dalam halaman kelenteng Jin De Yuan (Kim Tek I – Hokkian) terdapat sebuah kelenteng kecil yang khusus dibangun untuk pemujaan Xuan Tan Yuan Shuai atau Han Tan Gong ini. Begitu juga di Cileungsi terdapat sebuah kelenteng yang dinbangun pada akhir abad 18.

Di dalam rumah banyak dipasang gambar-gambar Cai zi-shou (Cay-cu-siu – Hokkian) yan melukiskan Tiga Orang Dewa yang masing – masing melambangkan Dewa Kekayaan (Cai-shen), Dewa Keturunan atau kebahagiaan (Zi-shen atau Fu-shen) dan Dewa Pangjang Usia (Shou-shen). Gambar tiga dewa ini terdapat dimana – mana dan banyak digunakan untuk perhiasan, pigura, ukiran kayu dan lain – lain. Kebahagiaan,kekayaan dan panjang umur merupakan dambaan manusia, sebab itu mereka mengharap berkah dari para dewa dalam hidupnya. Siapa sebetulnya ketiga dewa ini, dibawah akan kita teliti satu persatu.

Tentang Dewa Keturunan atau Dewa Kebahagiaan dicatat kisah seperti di bawah ini Pada jaman Kerajaan Liang pada masa pemerintahaan Kaisar Wu Di ( 502 – 549 M), kaisar mengeluarkan maklumat yang isinya membebankan pajak yang berat pada penduduk kabupaten Dao Zhou, propinsi Hunan dan banyak mengambil orang – orang kerdil dari wilayah itu untuk dijadikan pelayan dan pelawak di istana. Jumlah pajak dan orang – orang kerdil yang diminta oleh kaisar semakin meningkat, sehingga menimbulkan kegoncangan di kalangan rakyat. Untung, Yang Cheng yang pada waktu itu menjabat Hakim Tinggi di wilayah Dao Zhou terketuk nuraninya untuk membela nasib penduduk. Ia lalu menerangkan pada kaisar bahwa menurut undang – undang, orang – orang kerdil itu juga termasuk rakyatnya, bukan budak. Kaisar rupanya sadar akan tingkahnya yang menyengsarakan orang, lalu menghentikan perbudakan atas orang – orang kerdil. Penduduk sangat berteima kasih pada hakim budiman ini, terlebih – lebih orang – orang kerdil yang diselamatkan nasibnya. Mereka merasa berhutang budi pada Yang Cheng, lalu membuat arcanya dan memujanya sebagai Dewa Kebahagiaan.

Seorang tokoh lain yang dianggap sebagai Dewa Kebahagiaan adalah Li Giu Zu yang dikenal sebagai Zheng Fu Xiang Gong atau Tuan Muda yang melipatgandakan kebahagiaan. Beliau pernah memangku jabatan perdana mentri pada masa pemerintahan Kasiar Wen Di dari Kerajaan Wei, pada masa San-guo (Sam Kok – Hokkian).

Masih ada seorang tokoh lagi yang masih popular, yaitu penyelamat dinasti Tang yang pada waktu itu sudah diambang keruntuhan akibat pemberontakkan An Lu Shan. Dia adalah Guo Zi Yi (Kwe Cu Gi – Hokkian). Ia berasal dari Hua-zhou, propinsi Shanxi. Gambarnya seringkali tampak dengan pakaian biru, sambil mendukung seorang anak kecil. Anak itu adalah putranya yang bernama Guo Ai. Menurut cerita Guo Zi Yi mempunyai tujuh orang anak. Karena disertai anak kecil, maka Dewa Kebahagiaan seringkali disebut juga Dewa Keturunan.

Tentang Dewa Kekayaan, sudah kita bicarakan diatas, tapi dewa Kekayaan yang dilukiskan dalam tiga serangkai Cai-Zi-Shou ini bukanlah Zhao Gong Ming yang terkenal sebagai Xuan Tan Yuan Shuai itu, tapi adalah seorang yang lahir pada jaman dinasti Jin dan bernama Shi Chong. Riwayatnya Shi Chong ini, sayang tidak berhasil kami lacak.

Selain kisah- kisah yang telah kami tuturkan diatas, masih ada anggapan lain bahwa Tian Guan (Thian Koan – Hokkian) salah satu dari San Guan Da Di juga seorang Cai Shen. Sebab itu hari kelahirannya dirayakan pada tanggal 15 bulan satu Imlik.

Dewa Panjang Usia atau Shou Xing mulanya adalah seorang dewa dari bintang yang turun ke dunia dalam wujud manusia. Ia berasal dari Bintang Nan-dou (Gantang Selatan). Wujudnya seorang tua berjenggot panjang, dahinya menojol dan membawa tongkat, beserta sebuah Tao atau buah persik. Ia disebut juga dengan panggilan Nan Ji Xian Weng (Lam Kek Sian Ong – Hokkian) atau “orang tua dari kutub selatan”.

Qin Shi Huang kaisar pertama dari dinasti QIn (246 – 210 SM) mengadakan sebahyangan pada dewa ini pada tahun 246 SM. Dan sejak itulah persembahan kepada Nan-ji Xian Weng atau orang tua dewa dati kutub selatan ini diteruskan sampai sekarang.

Gambar dewa ini sering ditampilkan bersama – sama dengan kelelawar yang terbang di atasnya dan tangannya menggenggam buah Tao. Buah ini adalah buah suci yang menurut cerita bila dimakan manusia, maka panjanglah usianya. Menjangan dan kelelawar keduanya melambangkan kebaikan. Menjangan atau “LU” adalah sama suaranya dengan “LU” yang berarti kekayaan atau kepangkatan. Sedangkan kelelawar atau “FU” sama dengan suara "FU” yang berarti rejeki.

Gan Luo adalah Dewa Anak atau Dewa Keturunan juga. Gambar anak yang ada dalam gambar Cai-zi-shou, ada yang berpendapat sebagai gambar Gan Luo. Ia hidup pada jaman Zhan-guo (475 – 221 SM) dan pada usia 7 tahun sudah jadi mentri kerajaan QIn. Sayang, ia tidak berusia panjang. Dia kemudian dianggap sebagai Dewa Anak atau Zi Shen dan banyak dipuja terutama di dalam perumahan. Hari lahirnya tidak jelas.

http://www.confucian.me/group/parasucishenming/forum/topics/cai-shen-ye-xuan-tan-yuan