5 Apr 2011

Arti dan Makna Sembahyang Leluhur (Qing Ming)


JAMBI - Qing Ming, Banyak orang menyebut sembahyang kubur, karena sembahyangnya di depan Pusara atau nisan. Ceng Beng (Qing Ming) adalah budaya orang Tionghoa yang luar biasa tinggi nilainya, karena makna yang terkandung didalamnya mempunyai arti yang mendalam dan mencakup berbagai aspek kehidupan antara manusia dengan Sang Pencipta Alam Semesta.
Sembahyang Ceng Beng (Qing Ming) tentunya ada beberapa sesajen yang dihidangkan sebagai perlengkapan sembahyang, diantaranya San Sheng (Tiga jenis makhluk hidup), Wu Guo (Lima jenis buah-buahan), Kue-kue dan Ming Zhi/ Kim Cua-Gun Cua (bahasa Hok Kian) ibarat uang kertas di alam baka, serta perlengkapan lainnya. San Sheng berupa daging babi, daging ayam/ itik, dan daging Ikan/ sotong. Maknanya adalah daging babi melambangkan daratan, daging ayam /itik melambangkan udara dan daging ikan/ sotong melambangkan air. Ketiganya adalah sumber kehidupan manusia. Apabila tanpa ketiga sumber kehidupan, maka tiada makhluk di dunia ini dapat hidup.

Wu Guo berupa lima jenis buah-buahan maknanya adalah hasil buah-buahan merupakan suatu karya Tuhan melalui manusia, artinya manusia menanam, Tuhan memberikan kehidupan. Dalam hal ini tersirat kerja sama antara Tuhan dan Manusia. Kue-kue maknanya adalah manusia diciptakan di dunia wajib berusaha dan berkarya, perwujudannya melalui hidangan kue-kue sebagai hasil karya manusia. Sedangkan Ming-Zhi adalah uang kertas alam baka dan hal ini diyakini oleh pemeluk Agama Khonghucu bahwa setelah kematian masih ada kehidupan lain yakni kehidupan alam baka. Selain itu ada juga yang mengirimkan lengkapan lainnya seperti baju, sepatu, uang alam baka dan lain sebagainya.

Budaya yang terdapat pada masyarakat Tionghoa, saat-saat berkumpul bersama-sama secara lengkap adalah ketika orang tua masih hidup atau merayakan pesta ulang tahun orang tua. Tetapi apabila orang tua telah tiada, maka saat-saat berkumpul (Silahturrahmi) adalah saat sembahyang leluhur (Qing Ming).

Sembahyang leluhur (Qing Ming) cenderung dilaksanakan di depan pusara/ kuburan. Setelah itu sembahyang leluhur dilaksanakan di rumah (altar). (rom)