5 Apr 2012

292.611 Mahasiswa Asing "Menyerbu" China

JAKARTA, KOMPAS.com - Jumlah mahasiswa asing dari mancanegara yang menuntut ilmu di China kembali menembus rekor tertinggi. Mereka bukan saja berasal dari negara dunia ketiga, tetapi justru didominasi oleh negara-negara maju. Korea Selatan menjadi negara "pengekspor" mahasiswanya menimba ilmu di Negeri Panda itu, disusul Amerika Serikat dan Jepang. Berdasarkan data Kementrian Pendidikan China tahun 2011 lalu, sebanyak 292.611 mahasiswa asing dari 194 negara, termasuk mahasiswa Indonesia, belajar di China. Jumlah itu naik 10,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Mereka belajar di 660 institusi pendidikan di seluruh wilayah China.
"Ini memberikan gambaran, bahwa China juga menjadi salah satu tujuan pendidikan mahasiswa mancanegara dewasa ini, termasuk mahasiswa Indonesia," kata Ir Samuel Wiyono dari Beijing Language & Culture Institute (BLCI), Kamis (5/4/2012), di sela persiapan penyelenggaraan "Pameran Pendidikan China ke-14, di kantornya di Mangga Dua Square, Jakarta. Tahun ini, Pameran Pendidikan China ke-14 akan diselenggarakan di tiga wilayah. Di Jakarta, pameran berlangsung pada 21-22 April di Mangga Dua Square. Sementara itu, pada 25-26 April pameran akan dilaksanakan di Hotel Fave, Denpasar, Bali, dan pada 28-29 April di Hotel Tunjungan, Surabaya. Pameran rencananya diikuti 24 perguruan tinggi dan sekolah dari 16 kota besar di China, baik dari kota di bagian paling Utara hingga Selatan, hingga sepanjang Pantai timur China, termasuk juga kota Beijing, Shanghai dan Guangzhou, serta kota besar lainnya. "Karena memang mahasiswa asing tidak hanya ada di Beijing, Shanghai, atau Guangzhou saja, tapi juga kota-kota lainnya," ujar Samuel. Beasiswa Samuel menuturkan, beberapa universitas Pemerintah China menawarkan uang kuliah yang cukup terjangkau, mulai berkisar Rp 18 jutaan setahun (Kurs 1 RMB/Yuan = Rp 1.450). "Itu dengan hitungan biaya hidup hampir sama di Jakarta. Belum lagi beberapa kampus lainnya menawarkan beasiswa, baik beasiswa asrama, beasiswa langsung, ataupun beasiswa provinsi jika mendaftar pada saat pameran berlangsung nanti," ujarnya. Ia mengatakan, selain program belajar bahasa Mandarin dan sekolah menengah (SMU), tahun ini semakin banyak perguruan tinggi di China menawarkan program foundation, Program Studi (Prodi) Gelar Sarjana S-1, maupun pascasarjana (S-2) dengan pengantar bahasa Inggris, baik oleh perguruan tinggi pemerintah maupun perguruan tinggi penyelenggara gelar atau pathway dari universitas di AS, Inggris, ataupun Kanada yang berada di China. "Untuk itu, kami ingatkan lagi, bahwa mahasiwa Indonesia program gelar yang belum menguasai bahasa Mandarin namun menguasai bahasa Inggris, bisa langsung kuliah ke jenjang gelar dengan menggunakan pengantar Inggris. Mereka tak harus belajar bahasa Mandarin terlebih dahulu, sehingga akan lebih singkat waktu studinya," katanya. Ia mengatakan, walaupun uang kuliah dengan program pathway dari universitas AS, Inggris, atau Australia di China lebih tinggi daripada gelar universitas Pemerintah China, jika dihitung total biayanya jauh lebih rendah dibandingkan jika langsung kuliah di negaranya langsung. "Apalagi, beberapa perguruan tinggi itu memberikan kesempatan beasiswa atau belajar bahasa Mandarin sehingga lulusannya diharapkan bisa berbahasa Mandarin walaupun mendapatkan gelar dari AS, Inggris atau Australia nantinya," kata Samuel. Adapun di antara perguruan tinggi maupun program pathway tersebut dapat menerima siswa kelas 2 SMU atau O level. Hampir seluruh prodi itu menggunakan pengantar bahasa Inggris untuk gelar sarjana (S-1) dan pascasarjana (S-2). Beberapa bidang studi yang ditawarkan meliputi Bisnis Administration, International Trade (Perdagangan Internasional), Akutansi, Keuangan, Arsitektur, Pariwisata, Perhotelan, Kedokteran, Biologi, Teknik Sipil, Komputer, Mesin, Listrik, Kimia, Industri, Perminyakan, Pertambangan, Aeronautika, dan lainnya. http://edukasi.kompas.com/read/2012/04/05/18434714/