JAMBI – Umumnya orang beranggapan permainan Xiangqi yang dikenal dengan sebutan Catur Gajah ini hanya dimainkan oleh kalangan masyarakat Tionghoa, pada hal sejak di sosialisasikan beberapa tahun ini, Xiangqi (Catur Gajah) telah berkembang pesat disekolah-sekolahan sebagai salah satu mata pelajaran extra kurikuler, tidak saja dari dikalangan anak-anak Tionghoa melainkan juga digemari warga non Tionghoa.
Xiangqi (Baca : Siang = Gajah dan Ci = Catur), merupakan suatu permainan rakyat yang berkembang menjadi sebuah cabang olahraga, khususnya dikalangan warga Tionghoa Indonesia, karena adanya pembatasan pada zaman era Orde Baru, permainan Xiangqi sempat terhenti.
Permainan ini merupakan hasil pengembangan dari sejenis permainan catur yang berasal dari Asia Tengah, yang telah berusia lebih dari dua ribu lima ratus tahun, dan dalam penyebarannya ke barat sampai ke daratan Eropa yang dibawa oleh musafir/saudagar-saudagar kaya ke utara sampai ke daratan Tiongkok, dikedua wilayah masing-masing mengalami perobahan fundamental dan modifikasi dalam bentuk, di Eropa merupa catur biasa sedangkan di Tiongkok berupa Xiangqi.
Ditanah air kita, jenis permainan Xiangqi tersebut usianya sama tuanya dengan usianya arus kedatangan (migrasi) keturunan Tionghoa pada Abad ke XIV, kini telah terbentuk PEXI di beberapa provinsi, diantaranya pertama berdiri di DKI, menyusul Jatim, Sumut, Kalbar, Jambi, Sumsel, Riau, Babel, Lampung, Jabar, Jateng, Banten dan Bali.
Sejak tahun 2000 hingga kini Xiangqi dipertandingkan setiap tahun dari satu provinsi ke provinsi lainnya secara bergilir “Ini sebagaimana agenda tahunan Persatuan Xiangqi Indonesia (PEXI).” Selain itu salah satu program kerja PEXI adalah pembinaan dan pengembangan dikalangan generasi muda.
Dari tahun 2000 sampai tahun 2006, Kejuaraan Nasional Xiangqi (Kejurnas Xiangqi) hanya dipertandingkan dalam ketegori untuk senior dan group, maka saat di Rakernas PEXI di Bangka Belitung tahun 2006, atas prakarsa beberapa Pengprov yang telah melaksanakan pembinaan generasi muda mengusulkan agar tahun-tahun berikutnya diadakan untuk kategori junior putra dan putri.
Untuk kategori junior putra dan putri pertama kali diselenggarakan di Riau pada tahun 2007, menyusul tahun 2008 di Sumatera Selatan dan di DKI baru-baru ini.
Jika kita mau jujur, seyogyanya beberapa pengprov seperti DKI, Jatim dan Sumut yang lebih awal membentuk PEXI mau membina generasi muda, kini kita telah memiliki segudang atlit/ pemain muda Xiangqi yang berkwalitas, tidak kalah dengan tetangga kita seperti Singapure, Malaysia dan Vietnam.
Namun para senior-senior lebih mengutamakan diri mereka daripada mengurusi pembibitan yang tidak bakal menguntungkan diri mereka secara pribadi, yang semata dikejar adalah hadiah-hadiah yang dipertandingkan dalam Kejurnas Xiangqi.
Pengprov PEXI yang memiliki atlit/ pemain Junior putra dan putri adalah, Jambi, Sumsel, Babel menyusul Jateng dan Jabar, sedangkan Pengprov lainnya setiap Kejurnas Xiangqi selalu memakai atlit dari pengprov lainya, dalam hal ini secara tidak langsung telah merugikan pengprov lain, indikasi main sabun sesama satu daerah bisa saja terjadi.
Seperti Kejurnas Xiangqi kali di Jakarta, Aceh dan Kalsel yang sama sekali belum memiliki Pengprov PEXI, namun bisa ada pemain dalam Kejurnas Xiangqi, padahal semua itu diisi dengan pemain dari Jakarta, demikian juga dengan pemain junior putra-putri yang isi di daerah Banten, Bali dan Lampung.
Maka tantangan kedepan Pengurus Besar Persatuan Xiangqi Indonesia (PB-PEXI) lebih berat dan mesti memiliki kepengurusan yang handal dan pengurus yang baru hendaknya merangkul pengurus lama yang royal terhadap Xiangqi, tidak semena-mena dibuang mereka yang telah banyak jasa didalam PEXI, apa artinya jika ada PB PEXI jika tidak didukung oleh Pengprov PEXI yang ada.
Harapan kedepan PEXI, agar Generasi Muda baik dari kalangan masyarakat Tionghoa maupun non Tionghoa yang mempunyai bakat dan minat belajar Xiangqi sebagai olahraga asah otak, karena Xiangqi juga menggajarkan kita berpola pikir dalam menentukan strategi waktu berhadapan dengan musuh (diibarat dalam sebuah pertempuran). Team
http://media-fotografers.blogspot.com/
Xiangqi (Baca : Siang = Gajah dan Ci = Catur), merupakan suatu permainan rakyat yang berkembang menjadi sebuah cabang olahraga, khususnya dikalangan warga Tionghoa Indonesia, karena adanya pembatasan pada zaman era Orde Baru, permainan Xiangqi sempat terhenti.
Permainan ini merupakan hasil pengembangan dari sejenis permainan catur yang berasal dari Asia Tengah, yang telah berusia lebih dari dua ribu lima ratus tahun, dan dalam penyebarannya ke barat sampai ke daratan Eropa yang dibawa oleh musafir/saudagar-saudagar kaya ke utara sampai ke daratan Tiongkok, dikedua wilayah masing-masing mengalami perobahan fundamental dan modifikasi dalam bentuk, di Eropa merupa catur biasa sedangkan di Tiongkok berupa Xiangqi.
Ditanah air kita, jenis permainan Xiangqi tersebut usianya sama tuanya dengan usianya arus kedatangan (migrasi) keturunan Tionghoa pada Abad ke XIV, kini telah terbentuk PEXI di beberapa provinsi, diantaranya pertama berdiri di DKI, menyusul Jatim, Sumut, Kalbar, Jambi, Sumsel, Riau, Babel, Lampung, Jabar, Jateng, Banten dan Bali.
Sejak tahun 2000 hingga kini Xiangqi dipertandingkan setiap tahun dari satu provinsi ke provinsi lainnya secara bergilir “Ini sebagaimana agenda tahunan Persatuan Xiangqi Indonesia (PEXI).” Selain itu salah satu program kerja PEXI adalah pembinaan dan pengembangan dikalangan generasi muda.
Dari tahun 2000 sampai tahun 2006, Kejuaraan Nasional Xiangqi (Kejurnas Xiangqi) hanya dipertandingkan dalam ketegori untuk senior dan group, maka saat di Rakernas PEXI di Bangka Belitung tahun 2006, atas prakarsa beberapa Pengprov yang telah melaksanakan pembinaan generasi muda mengusulkan agar tahun-tahun berikutnya diadakan untuk kategori junior putra dan putri.
Untuk kategori junior putra dan putri pertama kali diselenggarakan di Riau pada tahun 2007, menyusul tahun 2008 di Sumatera Selatan dan di DKI baru-baru ini.
Jika kita mau jujur, seyogyanya beberapa pengprov seperti DKI, Jatim dan Sumut yang lebih awal membentuk PEXI mau membina generasi muda, kini kita telah memiliki segudang atlit/ pemain muda Xiangqi yang berkwalitas, tidak kalah dengan tetangga kita seperti Singapure, Malaysia dan Vietnam.
Namun para senior-senior lebih mengutamakan diri mereka daripada mengurusi pembibitan yang tidak bakal menguntungkan diri mereka secara pribadi, yang semata dikejar adalah hadiah-hadiah yang dipertandingkan dalam Kejurnas Xiangqi.
Pengprov PEXI yang memiliki atlit/ pemain Junior putra dan putri adalah, Jambi, Sumsel, Babel menyusul Jateng dan Jabar, sedangkan Pengprov lainnya setiap Kejurnas Xiangqi selalu memakai atlit dari pengprov lainya, dalam hal ini secara tidak langsung telah merugikan pengprov lain, indikasi main sabun sesama satu daerah bisa saja terjadi.
Seperti Kejurnas Xiangqi kali di Jakarta, Aceh dan Kalsel yang sama sekali belum memiliki Pengprov PEXI, namun bisa ada pemain dalam Kejurnas Xiangqi, padahal semua itu diisi dengan pemain dari Jakarta, demikian juga dengan pemain junior putra-putri yang isi di daerah Banten, Bali dan Lampung.
Maka tantangan kedepan Pengurus Besar Persatuan Xiangqi Indonesia (PB-PEXI) lebih berat dan mesti memiliki kepengurusan yang handal dan pengurus yang baru hendaknya merangkul pengurus lama yang royal terhadap Xiangqi, tidak semena-mena dibuang mereka yang telah banyak jasa didalam PEXI, apa artinya jika ada PB PEXI jika tidak didukung oleh Pengprov PEXI yang ada.
Harapan kedepan PEXI, agar Generasi Muda baik dari kalangan masyarakat Tionghoa maupun non Tionghoa yang mempunyai bakat dan minat belajar Xiangqi sebagai olahraga asah otak, karena Xiangqi juga menggajarkan kita berpola pikir dalam menentukan strategi waktu berhadapan dengan musuh (diibarat dalam sebuah pertempuran). Team
http://media-fotografers.blogspot.com/