Hari Rabu, Tanggal 13 Oktober 2009
Perusahaan WKS (kepala Security pak Sandi), anggota polres Tebo, petugas TNBT dan anggota dinas kehutanan Tebo (pak Agus) menggusur 4 pondok diladang dan 1 warung pemilik warga pemayungan di pinggir jalan koridor jembatan batang sumai milik Bapak Abaki , Bapak M Amri HS, Sumadi dengan menggunakan mobil strada, Petugas merusak kebun karet warga masyarakat desa pemayung Anggota datang dengan mobil strada (tidak jelas pemiliknya)
Hari Kamis, Tanggal 14 oktober 2009 (ada rekaman video)
Mobil yang menggusur dicegat masyarakat untuk dmintai keterangan, kemudian masyarakat meminta surat perintah penggusuran dan peta konsesi perusahaan. Namun tidak satupun dipenuhi oleh pihak perusahaan. Atas dasar tidak dipenuhinya permintaan tersebut masyarakat meminta diadakan pertemuan keesokan paginya di Desa pemayungan pada instansi pemerintah dan pihak perusahaan yang sudah menggususr pondok warga tersebut. Kemudian disepakatilah pertemuan pada pukul 10.00 pagi (surat kesepakatan pertemuan terlampir)
Hari Jum’at Tanggal 15 oktober 2009.
Merasa tidak dihargai dan dibohongi oleh Keempat instansi pemerintah dan pihak perusahaan karena tidak hadir pada jadwal yang telah disepakati bersama, maka emosi masyarakat tersulut dengan dibakarnya pos Security milik WKS di jalan koridor dekat simpang SP 7. Pada sore harinya Pak camat, polsek, kanit reskrim datang ke TKP , yang berembuk dengan beberapa pemuka masyarakat (Kades, ketua BPD Ketua LPM, Kaur Pembangunan, RT, Kadus dan beberapa warga lainnya di rumah bapak triono kurang lebih 2 kilometer dari TKP yang kemudian menyepakati untuk rapat di kantor camat pada hari selasa tanggal 19 oktober 2009 untuk menyelesaiakan persoalan masyarakat dengan perusahaan.
Hari selasa tanggal 19 Oktober 2009
Kepala Desa dan pemuka adat jug masyarakat, juga orang rimba (Bujang kabut) hadir dikantor camat untuk rapat menindak lanuti pertemuan tanggal 15 oktober, setelah dirembuk di kantor camat ternyata pihak kecamatan melimpahkan persoalan untuk diselesaiakan di kantor dinas kehutanan Kabupaten Tebo.
Orang rimba memutuskan untuk tidak hadir karena pertemuan dialihkan ke Dinas Kehutanan Kabupaten Tebo, Sementara seluruh peseerta rapat dari desa pemayungan datang ke Kantor Dinas kehutanan Tebo.
Pihak perusahaan tidak hadir pada pertemuan tersebut. Masyarakat dan perserta pertemuan hanya mendengarkan nasehat dan penyuluhan masalah kehutanan oleh kepala Dinas Kehutanan Tebo. Bahwa masyarakat dianggap sudah bersalah.
Dalam pertemuan tersebut sama sekali tidak dibicarakan masalah penggusuran yang telah dilakukan.
Masyarakat pulang tanpa membawa keputusan terhadap penyelesaian masalah.
Selanjutnya, selama 8 bulan setelah kejadian tersebut tidak ada konflik masyarakat dengan perusahaan.
Hari minggu, tanggal 11 Juli 2010 jam 11.00
Security Perusahaan (PT. WKS namun dalam koran disebut PT.TMA) datang ke sungai rambutan (dalam koran disebut benglu) dengan mobil patroli membunyikan sirene mendatangi masyarakat yang sedang mengerjakan lahan yang sudah pernah dimusyawarahkan didesa. Daerah sungai rambutan dijadikan masyarakat sebagai lahan pertanian dan perkebunan desa atas dasar tambo sejarah dari zaman belanda (sudah terbakar) atau piagam zaman belanda yang sudah dibuat oleh pemuka mayarakat dalam bentuk peta sketsa (keterangan tentang tambo adat diketahui oleh salah satu warga masyarakat yaitu ibu Taksiah yang sudah berusia 80 tahun). Lampiran peta sketsa dan surat kesepakatan desa tentang kawasan pertanian masyarakat.
Masyarakat membuka lahan di sungai rambutan yang berdekatan dengan pemakaman keramat dan pekuburan umum mayarakat, yaitu di Dusun Lubuk Ingo, Muaro sungai sakiran, jembatan jalan koridor dan dusun tebing tinggi yang menjadi Dasar klaim adat masyarakat di sana karena selain pemakaman keramat dan pekuburan daerah itu juga merupakan kebun buahan buah buahan peninggalan nenek moyang mereka sejak zaman dahulu.
Security yang terdiri dari 7 orang (Edi Purwanto, Thamrin, Maiman Zebuan, Rajeki Rambe, Edi, Azar, dan sopir yang bernama Rizal). Membagi tugas masing-masing dua orang mendatangi masyarakat yang sedang bekerja mengerjakan lahan. Menayakan atas izin siapa masyarakat telah membuka lahan. Masyarakat yang mendengar suara sirene terkejut dan beramai-ramai mendatangi Security. Security lari dan dikejar masyarakat, masayarakat kemudian menanyai Security dengan pertaanyaan siapa yang telah memerintahkan mereka untuk melakukakan pelarangan. Demi keamanan Security dibawa ke rumah kepala desa.
Akhirnya masyarakat memuntut pada Security agar bisa menyampaikan kepada pimpinan perusahaan untuk datang ke desa memberi penjelaasn tentang kedatangan Security yang mencegah masyarakat untuk membuka kebun.
Masyarakat meminta agar Security menyampaikan kepada pimpinan perusahaan agar datang dan menjelaskan persolan tersebut ke masyarakat dengan jaminan satu unit mobil patrroli BM 8464 TA yang dikendarai Security dalam bentuk surat pernyataan yang ditandatangani oleh Edy Purwanto seksi AIP PT WKS tanpa paksaan.
Security diantar oleh masyarakat dengan menggunakan mobil salah satu anggota masyarakat ke jalan koridor.
Hari kamis, tanggal 15 Juli 2010 jam 14.00
Kepala kepolisian Resort Tebo bersama pasukannya, 9 unit mobil tipe kijang, pick-up, patroli dan PS yang mengangkut tentara dan anggota kepolisian + 200 personil, dengan bersenjata api lengkap datang ke desa hanya untuk mengambil mobil jaminan perjanjian pertemuan masyarakat Desa Pemayungan dengan pihak perusahaan PT WKS/TMA (surat jaminan dari perusahan PT WKS terlampir). Sementara pihak perusahaan sebagaiamana yang dijanjikan akan hadir mengingkari perjanjian. Masyarakat terutama perempuan dan anak-anak tertekan dengan suasana teror militeristis yang dibangun aparat, sehingga tidak membantu menyelesaikan masalah, melainkan justru menjejali masyarakat dengan pasal- pasal pemidanaan.
Ada satu orang ibu yang bernama Emilia yang pingsan saat kejadian. Menurut keterangan masyarakat ibu Emilia pingsan karena melihat banyaknya mobil-mobil yang berdatangan berisi petugas kepolisian juga TNI. Ibu Emilia pada waktu itu sedang berada diladang dan melihat mobil yang berderet masuk ke desa. Ibu Emilia khawatit terjadi sesuatu terhadap anak dan suaminya di desa.
Selain itu pada saat kejadian datangnya polisi dan tentara adalah waktu anak-anak sekolah agama di madrasah. Anak-anak ketika itu sedang belajar, sebagian ketakutan dan ada yang menangis, akhirnya oleh gurunya mereka disuruh pulang. Kejadian ini membuat ciut hati masyarakat, niat untuk berunding berakhir dengan kecemasan psikologis kedatangan aparat. Suasana mencekam tenggorokan untuk mengucapkan kata-kata. Masyarakat semua terdiam dan tidak bisa bicara apa-apa selain menyaksikan kedatangan polisi dan tentara dengan rasa tidak bedaya.
Hanya ada satu orang yang berani bertanya saat detik-detik terakhir sebelum semua pasukan aparat polisi dan militer itu pergi dari desa dengan membawa paksa mobil yang dijadikan jaminan masyarakat untuk berunding dengan pihak perusahaan, namanya pak Amri yang kemudian menanyakan pada pasukan polisi yang paling terakhir tinggal.
Mengapa pihak perusahaan tidak datang padahal hari itu padahal jadwal bertemu sudah dijanjikan tanya pak amri mantan ketua adat Desa Pemayungan. Kami orang desa menurutnya tidak menyandera sekuriti PT WKS apalagi melakukan kekerasan pada mereka. Skuriti itu menurutnya waktu berada tidak disiksa justru mereka diberi minum saat diamankan di rumah kades bahkan untuk yang terluka karena keributan dibawa ke bidan untuk diobati lukanya.
Namun pertanyaan itu dijawab dengan pihak kepolisian dengan menggunakan landasan kewengan mereka. Menurut polisi mereka tidak punya kaitan dalam persoalan antara perusahaan dengan masyarakat. Kedatangan mereka ke desa adalah untuk mengambil mobil kendaraan perusahaan yang sudah ditahan warga.
Menurut polisi perjanjian masyarakat dengan perusahaan untuk bertemu dengan jaminan mobil perusahaan sama sekali tidak sah. Dan masyarakat tidak bisa menjadikan alasan menggunakan surat perjanjian itu sebagai dasar untuk memaksa pihak perusahaan untuk datang berunding di desa.
Hari Sabtu, tanggal 17 Juli 2010
Pak Abaki mertua Bapak Kepala Desa Pemayungan, ditangkap ketika mengantarkan cucunya berobat ke transmigrasi rimbo Bujang. Pak abaki ditangkap dengan tuduhan kasus pembakaran yang dilakukan delapan bula yang lalu. padahal menrut keterangan pak Abaki, ia sama sekali tidak membakar pos perusahaan namun pada saat pembakaran itu ia mengambil barang-barang yang akan ia selamatkan dari dalam pondok yang terbakar. Ada 6 orang desa yang dipanggil oleh pihak polres tebo dengan tuduhan, pengerusakan, pemukulan dan pembakaran. Yaitu Kepala Desa, LPM, BPD, mantan Kades, Sekdes dan Kepala Adat.
Perusahaan WKS (kepala Security pak Sandi), anggota polres Tebo, petugas TNBT dan anggota dinas kehutanan Tebo (pak Agus) menggusur 4 pondok diladang dan 1 warung pemilik warga pemayungan di pinggir jalan koridor jembatan batang sumai milik Bapak Abaki , Bapak M Amri HS, Sumadi dengan menggunakan mobil strada, Petugas merusak kebun karet warga masyarakat desa pemayung Anggota datang dengan mobil strada (tidak jelas pemiliknya)
Hari Kamis, Tanggal 14 oktober 2009 (ada rekaman video)
Mobil yang menggusur dicegat masyarakat untuk dmintai keterangan, kemudian masyarakat meminta surat perintah penggusuran dan peta konsesi perusahaan. Namun tidak satupun dipenuhi oleh pihak perusahaan. Atas dasar tidak dipenuhinya permintaan tersebut masyarakat meminta diadakan pertemuan keesokan paginya di Desa pemayungan pada instansi pemerintah dan pihak perusahaan yang sudah menggususr pondok warga tersebut. Kemudian disepakatilah pertemuan pada pukul 10.00 pagi (surat kesepakatan pertemuan terlampir)
Hari Jum’at Tanggal 15 oktober 2009.
Merasa tidak dihargai dan dibohongi oleh Keempat instansi pemerintah dan pihak perusahaan karena tidak hadir pada jadwal yang telah disepakati bersama, maka emosi masyarakat tersulut dengan dibakarnya pos Security milik WKS di jalan koridor dekat simpang SP 7. Pada sore harinya Pak camat, polsek, kanit reskrim datang ke TKP , yang berembuk dengan beberapa pemuka masyarakat (Kades, ketua BPD Ketua LPM, Kaur Pembangunan, RT, Kadus dan beberapa warga lainnya di rumah bapak triono kurang lebih 2 kilometer dari TKP yang kemudian menyepakati untuk rapat di kantor camat pada hari selasa tanggal 19 oktober 2009 untuk menyelesaiakan persoalan masyarakat dengan perusahaan.
Hari selasa tanggal 19 Oktober 2009
Kepala Desa dan pemuka adat jug masyarakat, juga orang rimba (Bujang kabut) hadir dikantor camat untuk rapat menindak lanuti pertemuan tanggal 15 oktober, setelah dirembuk di kantor camat ternyata pihak kecamatan melimpahkan persoalan untuk diselesaiakan di kantor dinas kehutanan Kabupaten Tebo.
Orang rimba memutuskan untuk tidak hadir karena pertemuan dialihkan ke Dinas Kehutanan Kabupaten Tebo, Sementara seluruh peseerta rapat dari desa pemayungan datang ke Kantor Dinas kehutanan Tebo.
Pihak perusahaan tidak hadir pada pertemuan tersebut. Masyarakat dan perserta pertemuan hanya mendengarkan nasehat dan penyuluhan masalah kehutanan oleh kepala Dinas Kehutanan Tebo. Bahwa masyarakat dianggap sudah bersalah.
Dalam pertemuan tersebut sama sekali tidak dibicarakan masalah penggusuran yang telah dilakukan.
Masyarakat pulang tanpa membawa keputusan terhadap penyelesaian masalah.
Selanjutnya, selama 8 bulan setelah kejadian tersebut tidak ada konflik masyarakat dengan perusahaan.
Hari minggu, tanggal 11 Juli 2010 jam 11.00
Security Perusahaan (PT. WKS namun dalam koran disebut PT.TMA) datang ke sungai rambutan (dalam koran disebut benglu) dengan mobil patroli membunyikan sirene mendatangi masyarakat yang sedang mengerjakan lahan yang sudah pernah dimusyawarahkan didesa. Daerah sungai rambutan dijadikan masyarakat sebagai lahan pertanian dan perkebunan desa atas dasar tambo sejarah dari zaman belanda (sudah terbakar) atau piagam zaman belanda yang sudah dibuat oleh pemuka mayarakat dalam bentuk peta sketsa (keterangan tentang tambo adat diketahui oleh salah satu warga masyarakat yaitu ibu Taksiah yang sudah berusia 80 tahun). Lampiran peta sketsa dan surat kesepakatan desa tentang kawasan pertanian masyarakat.
Masyarakat membuka lahan di sungai rambutan yang berdekatan dengan pemakaman keramat dan pekuburan umum mayarakat, yaitu di Dusun Lubuk Ingo, Muaro sungai sakiran, jembatan jalan koridor dan dusun tebing tinggi yang menjadi Dasar klaim adat masyarakat di sana karena selain pemakaman keramat dan pekuburan daerah itu juga merupakan kebun buahan buah buahan peninggalan nenek moyang mereka sejak zaman dahulu.
Security yang terdiri dari 7 orang (Edi Purwanto, Thamrin, Maiman Zebuan, Rajeki Rambe, Edi, Azar, dan sopir yang bernama Rizal). Membagi tugas masing-masing dua orang mendatangi masyarakat yang sedang bekerja mengerjakan lahan. Menayakan atas izin siapa masyarakat telah membuka lahan. Masyarakat yang mendengar suara sirene terkejut dan beramai-ramai mendatangi Security. Security lari dan dikejar masyarakat, masayarakat kemudian menanyai Security dengan pertaanyaan siapa yang telah memerintahkan mereka untuk melakukakan pelarangan. Demi keamanan Security dibawa ke rumah kepala desa.
Akhirnya masyarakat memuntut pada Security agar bisa menyampaikan kepada pimpinan perusahaan untuk datang ke desa memberi penjelaasn tentang kedatangan Security yang mencegah masyarakat untuk membuka kebun.
Masyarakat meminta agar Security menyampaikan kepada pimpinan perusahaan agar datang dan menjelaskan persolan tersebut ke masyarakat dengan jaminan satu unit mobil patrroli BM 8464 TA yang dikendarai Security dalam bentuk surat pernyataan yang ditandatangani oleh Edy Purwanto seksi AIP PT WKS tanpa paksaan.
Security diantar oleh masyarakat dengan menggunakan mobil salah satu anggota masyarakat ke jalan koridor.
Hari kamis, tanggal 15 Juli 2010 jam 14.00
Kepala kepolisian Resort Tebo bersama pasukannya, 9 unit mobil tipe kijang, pick-up, patroli dan PS yang mengangkut tentara dan anggota kepolisian + 200 personil, dengan bersenjata api lengkap datang ke desa hanya untuk mengambil mobil jaminan perjanjian pertemuan masyarakat Desa Pemayungan dengan pihak perusahaan PT WKS/TMA (surat jaminan dari perusahan PT WKS terlampir). Sementara pihak perusahaan sebagaiamana yang dijanjikan akan hadir mengingkari perjanjian. Masyarakat terutama perempuan dan anak-anak tertekan dengan suasana teror militeristis yang dibangun aparat, sehingga tidak membantu menyelesaikan masalah, melainkan justru menjejali masyarakat dengan pasal- pasal pemidanaan.
Ada satu orang ibu yang bernama Emilia yang pingsan saat kejadian. Menurut keterangan masyarakat ibu Emilia pingsan karena melihat banyaknya mobil-mobil yang berdatangan berisi petugas kepolisian juga TNI. Ibu Emilia pada waktu itu sedang berada diladang dan melihat mobil yang berderet masuk ke desa. Ibu Emilia khawatit terjadi sesuatu terhadap anak dan suaminya di desa.
Selain itu pada saat kejadian datangnya polisi dan tentara adalah waktu anak-anak sekolah agama di madrasah. Anak-anak ketika itu sedang belajar, sebagian ketakutan dan ada yang menangis, akhirnya oleh gurunya mereka disuruh pulang. Kejadian ini membuat ciut hati masyarakat, niat untuk berunding berakhir dengan kecemasan psikologis kedatangan aparat. Suasana mencekam tenggorokan untuk mengucapkan kata-kata. Masyarakat semua terdiam dan tidak bisa bicara apa-apa selain menyaksikan kedatangan polisi dan tentara dengan rasa tidak bedaya.
Hanya ada satu orang yang berani bertanya saat detik-detik terakhir sebelum semua pasukan aparat polisi dan militer itu pergi dari desa dengan membawa paksa mobil yang dijadikan jaminan masyarakat untuk berunding dengan pihak perusahaan, namanya pak Amri yang kemudian menanyakan pada pasukan polisi yang paling terakhir tinggal.
Mengapa pihak perusahaan tidak datang padahal hari itu padahal jadwal bertemu sudah dijanjikan tanya pak amri mantan ketua adat Desa Pemayungan. Kami orang desa menurutnya tidak menyandera sekuriti PT WKS apalagi melakukan kekerasan pada mereka. Skuriti itu menurutnya waktu berada tidak disiksa justru mereka diberi minum saat diamankan di rumah kades bahkan untuk yang terluka karena keributan dibawa ke bidan untuk diobati lukanya.
Namun pertanyaan itu dijawab dengan pihak kepolisian dengan menggunakan landasan kewengan mereka. Menurut polisi mereka tidak punya kaitan dalam persoalan antara perusahaan dengan masyarakat. Kedatangan mereka ke desa adalah untuk mengambil mobil kendaraan perusahaan yang sudah ditahan warga.
Menurut polisi perjanjian masyarakat dengan perusahaan untuk bertemu dengan jaminan mobil perusahaan sama sekali tidak sah. Dan masyarakat tidak bisa menjadikan alasan menggunakan surat perjanjian itu sebagai dasar untuk memaksa pihak perusahaan untuk datang berunding di desa.
Hari Sabtu, tanggal 17 Juli 2010
Pak Abaki mertua Bapak Kepala Desa Pemayungan, ditangkap ketika mengantarkan cucunya berobat ke transmigrasi rimbo Bujang. Pak abaki ditangkap dengan tuduhan kasus pembakaran yang dilakukan delapan bula yang lalu. padahal menrut keterangan pak Abaki, ia sama sekali tidak membakar pos perusahaan namun pada saat pembakaran itu ia mengambil barang-barang yang akan ia selamatkan dari dalam pondok yang terbakar. Ada 6 orang desa yang dipanggil oleh pihak polres tebo dengan tuduhan, pengerusakan, pemukulan dan pembakaran. Yaitu Kepala Desa, LPM, BPD, mantan Kades, Sekdes dan Kepala Adat.