3 Nov 2012

Usaha Peti Mati Secara Turun Temurun

SUMSEL - Mungkin banyak orang akan merinding mendengar kata-kata peti mati. Maklum saja, benda yang satu ini identik dengan dunia alam kubur yang menyeramkan.
Peti mati menjadi bagian terpenting bagi sebagian masyarakat penganut kepercayaan tertentu dan umum digunakan orang sebagai tempat persistrirahatan terakhir.

Seperti Chu Eng Chai Huat (58) dan adiknya Chu Cai Seng, yang sudah menjalankan bisnis peti mati melalui kakeknya sejak tahun 1950-an. Sebagai generasi ketiga, kini Chai Huat nama panggilan sehari-hari masih meneruskan usaha kakeknya agar tetap langgeng.

Ia mengibaratkan berbisnis peti mati seperti membangun usaha bisnis semi sosial karena selain ia harus meraup untung dari keluarga yang ditinggalkan ia juga harus memberikan empatinya. Bahkan sesekali ia juga tidak segan-segan memberikan peti mati secara cuma-cuma bagi keluarga yang tidak mampu.

Chai Huat menjajakan macam-macam jenis peti mati dengan berbagai ukuran, model, jenis kayu dan lain-lain, bahkan peti mati ukuran anak kecil pun ia sediakan.

Untuk jenis peti mati tradisional standar dewasa dengan bahan kayu tembesu, Nila dan Durian ia menjualnya dikisaran Rp. 3.5 hingga 20 juta, “Untuk peti mati ukiran Liong dan Hong kita jual 20 juta, sedangkan yang biasa dijual 3.5 juta.” Kata Chai Huat kepada rombongan yayasan Anke Jambi yang sengaja menyambangi tempat usaha Chai Huat.

Diakuinya untuk bisa menggaet pembeli, selain mengandalkan jaringan perorangan ia juga tak jarang bekerjasama dengan beberapa rumah duka di kawasan Palembang dan sekitarnya.

Selain itu ujar Chai Huat konsumennya juga tersebar di kawasan Lampung, Bengkulu dan lain-lain.

Alamat Chu Cai Seng, Jalan Macan Lingkungan Rt. 03/05 No. 55 Bukit Baru Palembang
Telp 0711-44465 (Romy)