Tampilkan postingan dengan label Sukhoi Superjet 100. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sukhoi Superjet 100. Tampilkan semua postingan

11 Mei 2012

Pejabat Rusia: Kuat Dugaan "Human Error"

MOSKWA, KOMPAS.com - Faktor "human error" atau kesalahan manusia dan kerusakan teknis diduga kuat menjadi penyebab jatuhnya Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak, Jawa Barat, Indonesia, kata Pejabat Wakil Presiden Rusia Dmitry Rogozin seperti dikutip situs berita Rusia RT.com, Kamis (10/5/2012).

"Saya berharap IAC (Komisi Penerbangan Internasional) melakukan hal-hal yang diperlukan untuk memastikan penyebab tragedi ini. Namun para pakar berpendapat teknologi (Sukhoi) berfungsi dengan baik dan penyebabnya kemungkinan human error," papar Rogozin.
Meskipun demikian, kata Rogozin, semua versi itu hanya akan menjadi spekulasi sampai komisi (penyelidik) mengumumkan kesimpulan akhirnya.

Rogozin mengatakan dia terbang pesawat jenis itu pada Februari lalu di Novobirsk. Menurutnya Superjet 100 merupakan pesawat terbang modern yang bagus dan bisa diandalkan.

"Dalam penerbangan dari Novosibirsk ke Moskwa, saya berada di kokpit dan pilot menerangkan kelebihan pesawat itu. Para pilot memujinya. Pesawat ini memiliki masa depan yang bagus, menjanjikan dan kompetitif," Rogozin menerangkan.

Demikian senada disampaikan pilot Ronny Rosnadi, Kamis (10/5/2012). "Saya menduga kuat, sumber kecelakaan pesawat ini human error," tutur pemilik catatan 33.000 jam terbang tersebut.

Pertama, Superjet 100 adalah pesawat baru, bahkan new brand sehingga dilengkapi perangkat peringatan dini yang modern.

Mantan pilot Merpati Airlines yang kini masih menjadi pilot di salah satu perusahaan penerbangan swasta di kawasan Indonesia Timur ini kemudian menjelaskan sejumlah perangkat peringatan dini pada pesawat.

Peringatan dini tersebut antara lain minimum obstacle clearance altitude (MOCA), minimum off route altitude (MORA), dan theater airborne warning system (TAWS) versi baru ground proximity warning system (GPW).

MOCA adalah sistem pemberitahuan tentang ketinggian minimum pesawat pada radius lokasi tertentu. Sistem ini ada, baik di perangkat pesawat, maupun radar pembimbing.

"Saya sendiri heran, mengapa pilot minta izin turun ke ketinggian 6.000 kaki. Itu sudah melanggar MOCA di kawasan tersebut karena MOCA di sana sekitar 11.000 kaki. Seharusnya pesawat turun di kawasan pantai selatan Pangandaran. Kawasan ini jauh lebih aman," ucap Ronny.

Ia menduga, kondisi psikis pilot kala itu sedang labil. "Bisa overconfident, atau sedang fatigue. Pilot kan sedang melakukan penerbangan promosi, dan itu melelahkan," ujarnya.

Kemungkinan lain, terjadi down draft, atau tiupan angin karena pergantian musim yang membuat pesawat jatuh. "Bisa jadi pandangan pilot terhalang kabut tebal yang tidak ia duga datangnya," ujar Ronny.

Sementara itu pilot senior dan pakar keamanan penerbangan Rusia Vladimir Gerasimov mengatakan, dia sudah menganalisis sejumlah fakta dan mengambil kesimpulan sama.

"Pesawat itu menabrak gunung di tengah cuaca buruk," kata Gerasimov kepada media Rusia RBK (RosBusiness Consulting).

"Itu artinya dia turun lebih rendah daripada batas keselamatan. Ada ketinggian minimum bebas rintangan untuk medan yang rata, berbukit, dan bergunung-gunung. Jika sebuah pesawat jatuh, itu artinya dia melanggar peraturan ketinggian yang aman," papar Gerasimov.

"Jika puing-puing (pesawat) terletak antara 1,5 kilometer dari lokasi terakhir komunikasi dengan pengatur lalu lintas udara - itu artinya (tabrakan) terjadi hanya beberapa detik penerbangan. Ini penerbangan terkontrol. Kru tidak melaporkan adanya kegagalan teknis. Itu artinya kita tidak berbicara tentang pesawatnya, melainkan tentang pilotnya. Kesalahan pilot," tandasnya.

Gerasimov yakin pihak penyelidik juga mempertimbangkan kualifikasi kru untuk penerbangan internasional. Apakah mereka sudah mempelajari medan, pernah melakukan penerbangan serupa sebelumnya, ataukah mereka fasih berbahasa Inggris, lanjutnya.

Pilot senior lain Rusia, Anatoly Knyshow, percaya Sukhoi Superjet 100 itu dipiloti oleh kru berpengalaman dan mereka tidak mendapat informasi yang memadai dari peralatan di kokpit. Ada juga kemungkinan, katanya, kedua pilot tidak mendapat cukup informasi tentang kondisi cuaca dan medan secara spesifik.

Untuk menghindari kecelakaan, pesawat modern dilengkapi dengan sistem peringatan suara dan bunyi, juga warna penanda area berbahaya pada layar radar cuaca.

"Ketika mereka terbang di area datar - lampu hijau (menyala), di atas pegunungan dan area berbahaya - lampu merah," terang Knyshov.

"Tampaknya sistem itu tidak bekerja, tidak sempurna atau ada yang tidak beres. Saya berpendapat aktivitas badai - listrik statis - juga bisa menyebabkan kegagalan sistem tersebut. Itu artinya kru tidak mendapat informasi tentang kondisi aktual," lanjutnya.

Sementara itu, David Learmount, yang pernah bekerja untuk laman berita Flightglobal, mengatakan fakta bahwa penerbangan itu merupakan demonstrasi untuk calon pembeli bisa menjadi bagian penting dari kejadian ini. Dikatannya, banyak kecelakaan penerbangan terjadi ketika pesawat sedang dipamerkan pada calon pembeli.

"IIni penerbangan untuk dipamerkan, penerbangan demonstrasi," katanya kepada RT.com. "Kadang-kadang pilot atau kru sengaja menunjukkan kemampuan maksimal pesawat. Mereka kadang-kadang melakukannya ketika pesawat dengan dengan daratan. Seperti itulah sering kali penerbangan demonstrasi. Kadang-kadang mereka terlalu memaksa. Dan mungkin itu yang terjadi."

http://internasional.kompas.com/read/2012/05/11/15182464/

Kerabat Korban Cecar Basarnas di Halim

JAKARTA, KOMPAS.com - Keluarga korban kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet100 langsung mencecar anggota Basarnas berbaju dinas oranye usai jumpa pers soal penemuan 12 korban tewas pesawat Sukhoi digelar, Jumat (11/5/2012) siang di Bandara Halim Perdana Kusuma.

Dua pemuda yang anggota keluarganya turut menjadi korban kecelakaan nahas itu tak kuasa terus menyerbu dengan sejumlah pertanyaan. Anggota Basarnas berbaju oranye yang mereka cecar adalah Humas Basarnas, Gagah Prakoso.

Peristiwa itu bermula saat sejumlah wartawan hendak mewawancarai Gagah setelah jumpa pers selesai. Gagah yang sedang menjawab pertanyaan wartawan sambil berjalan menuju area VIP ini tiba-tiba didatangi dua pemuda itu. Salah seorang pemuda yang diketahui bernama Adityawarman itu langsung bertanya dengan nada tinggi.

"Saya mau tanya, Pak. Kenapa nggak dari awal Basarnas gerak kirim bantuan?" ucap Adit penuh emosi.

Menjawab itu, Gagah berkilah bahwa petugas terkendala cuaca dan kabut tebal. Tak puas dengan penjelasan tersebut, Adit langsung menimpali dengan menyatakan bahwa seharusnya Basarnas bisa memberikan harapan hidup para korban.

"Saya pernah baca Pak, di China ada peristiwa seperti ini dengan medan yang juga sulit. Tapi mereka peduli sama korban dan langsung gerak mengirimkan bantuan seperti selimut, air, dan biskuit," kata Adit.

Seorang pemuda lagi yang berperawakan sedikit tambun kemudian menimpali, "Bapak ini gimana kerja Basarnas? Kok bisa lama sekali," teriaknya.

Dua pria itu tak kuasa menahan emosi, hingga pernyataan Gagah tak lagi digubrisnya. Gagah pun kemudian lebih memilih diam dan langsung masuk ke area VIP yang hanya khusus bagi pejabat-pejabat tertentu.

Kepada wartawan, Adit mengaku kecewa dengan kinerja Basarnas yang bereaksi lambat. "Setelah lost contact harusnya bisa langsung bergerak, mereka lempar ransum. Ini bagaimana mau hidup dua hari mereka tidak diberi bantuan. Ini kebodohan," katanya.

Adit menuturkan pihak keluarga awalnya percaya Rully Dermawan, kakak sepupunya yang bekerja di Indoasia masih bertahan hidup pasca kejadian. "Setidkanya kami percaya itu. Tapi kalau sampai dua hari tidak diapa-apain, jelas tipis harapan itu meski semua yang atur Yang di Atas," katanya.

http://megapolitan.kompas.com/read/2012/05/11/15363564/

Total 12 Korban Tewas Pesawat Sukhoi Ditemukan

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan SAR Nasional, Marsekal Madya TNI Daryatmo, menegaskan bahwa tim SAR gabungan berhasil menemukan 12 jenazah korban kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100. Evakuasi saat ini terus dilakukan melalui jalur darat dan udara.

"Sudah dari pagi kami laksanakan evakuasi, baik lewat udara atau pun darat, pada pukul 10.00, tim SAR sudah identifikasi 12 orang yang semuanya telah meninggal dunia," ungkap Daryatmo, Jumat (11/5/2012), di Bandara Halim Perdana Kusuma.

Daryatmo mengatakan, saat ini seluruh jenazah masih berada di lokasi kecelakaan dan belum berhasil dibawa ke helipad terdekat. "Hingga saat ini masih di crash site, belum dibawa ke helipad terdekat," ujarnya.

Identitas dari para jenazah itu, diakui Daryatmo, juga masih belum bisa dipastikan. Pasalnya, tim SAR masih fokus pada proses evakuasi jenazah. "Kami mengucapkan bela sungkawa semoga Tuhan yang Maha Esa memberikan ketabahan kepada keluarga dan juga yang lain," kata Daryatmo.

Sebelumnya, pesawat Sukhoi Superjet 100 dengan nomor penerbangan RA36801 hilang kontak pada koordinat 06° 43' 08" Lintang Selatan dan 106° 43' 15" Bujur Timur. Koordinat itu diperkirakan dekat Cidahu, Gunung Salak.

Penerbangan yang dilakukan pesawat milik Rusia tersebut merupakan bagian dari demonstrasi penerbangan yang diselenggarakan oleh PT Trimarga Rekatama.

Perusahaan tersebut merupakan agen yang memperkenalkan pesawat Sukhoi kepada perusahaan penerbangan di Indonesia.

Pesawat melakukan penerbangan sebanyak dua kali. Penerbangan pertama dari Halim Perdanakusuma menuju Palabuhan Ratu pukul 12.00 WIB dengan penumpang pebisnis di bidang penerbangan.

Setelah terbang 35 hingga 45 menit, pesawat pun kembali ke Halim Perdanakusuma dalam kondisi selamat.

Penerbangan kedua dilakukan pada pukul 14.12 WIB dengan mengangkut 45 orang. Delapan orang di antaranya merupakan awak pesawat warga Rusia. Penumpang lainnya dari media massa dan utusan perusahaan di bidang penerbangan.

Dalam penerbangan kedua inilah, pesawat hilang kontak dan baru ditemukan Kamis kemarin dalam kondisi sudah menjadi puing di tebing Gunung Salak.

http://megapolitan.kompas.com/read/2012/05/11/14414186/