Tampilkan postingan dengan label Tionghoa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tionghoa. Tampilkan semua postingan

11 Mar 2012

Banyak Warga Tionghoa Tidak Paham Apa Agamanya

Setiap warga negara Indonesia memiliki satu agama kepercayaan sesuai dengan agama yang resmi di bina oleh pemerintah, seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghucu, namun kenyataan masih banyak warga Tionghoa yang tidak memahami fungsi dari agama yang mereka anut (pegang), bahkan mereka tidak memahami mana tempat ibadah yang semestinya buat mereka melakukan ibadah, sebagai contoh, Islam tempat ibadahnya, surau, langgar atau masjid, Kristen atau Katolik tempat ibadahnya gereja, Hindu, pura, Buddha tempat ibadahnya cetiya atau vihara, sedangkan Khonghucu tempat ibadahnya klenteng, lithang atau miao.
Namun kenyataan masih banyak warga tionghoa yang memahami apa sebenarnya agama yang dianutinya, suka-suka mereka mau kemana untuk sembahyang, kadangkala mereka sembahyang ke cetiya/ vihara, kadangkala mereka sembahyang di klenteng-klenteng.

Jika kita telusuri rumah-rumah warga tionghoa 99% mereka sembahyang Tua Pek Kong  agama yang dianut mereka sejak dahulu, jika kita tanya apa agama mereka, jawabnya singkat Khonghucu ada juga yang mengatakan Buddha, bagi mereka antara Khonghucu dan Buddha sama, boleh sembahyang di klenteng, juga boleh sembahyang di vihara.

Salah satu tokoh dan pengusaha di Tanjab Barat yang bernama pernah bertanya apa sebenarnya agamanya, karena sering sembahyang di klenteng dan juga suka sembahyang ke vihara…. Karena mereka tidak pernah mendapatkan bimbingan yang instansi yang berkaitan dengan agama… yang paling celaka ada yang mengatakan, bahwa kedua agama sama termasuk Taoisme yang disingkat menjadi Tridarma. Pada hal kita mengetahui setiap warga negara hanya boleh memeluk salah satu agama dari enam agama yang diakur pemerintah.

Masing-masing agama memiliki kitab suci: agama Buddha = Tripitaka, Khonghucu = Su Si dan Ngo Keng, sedangakan Lao Tze/ Lo Cu ( Taoisme) = Tao Te Cing/ To Tek Keng. Ketiga kitab suci tersebut tidak bisa di campur aduk kan sehingga tercipta suatu ajaran baru. Untuk itu sudah saatnya pemerintah perlu turun tangan untuk membenahinya sebelum terjadi rebutan umat dari masing-masing agama.

Berikut petikan tentang asal usul Tridarma yang dihimpun dari Ketua Gemaku Kris Tan sebagai berikut:

Setelah Khonghucu diberi angin bisa berdiri sendiri sebagai agama, tentunya ada gangguan terhadap tridharma. Selama ini agama orang-orang tionghoa disatukan dalam ketiga ajaran; Khonghucu, Tao dan Buddha.

Klenteng Tek Hay Kiong, Kota Tegal, Jawa Tengah Sabtu dua pekan lalu menjadi saksi sejarah perkawinan penganut agama Khonghucu. Di tempat peribadatan itu Kantor Catatan sipil mencatat pernikahan pasangan Handeyjanto Sosilo, 60 tahun, dan Mary, 50 tahun. Dari namanya, menggunakan akhiran Kiong, klenteng itu menganut ajaran Tao. “Kami kaum Khonghucu memang lebih dekat (teologi) dengan penganut Taoisme dibandingkan dengan Buddhis,”kata Ketua Generasi Muda Khonghucu, Kristan.

Menjenguk klenteng kaum Khonghucu Hok Tek Bio di Kecamatan Citeureup, Bogor, Jawa Barat, masih terasa adanya campuran tiga ajaran Buddha, Tao dan Khonghucu. Terbukti dengan adanya tiga altar masing-masing ajaran di dalam tempat peribadatan tersebut. Di tempat itu bercampur antara persembahan untuk Nabi Khongcu, Hok Tek Ceng Sin atau malaikat penjaga bumi, Kwan Kong, Jenderal perang kerasaan Sam Kok dan Avolikestevara alias Dewi Kwan Iem. Penggabungan tiga ajaan itulah yang disebut Tridharma.

Tridharma sebagai satu organ kesatuan hanya ada di Indonesia. tidak pernah mempunyai hubungan ke negara lain. Tridharma lahir untuk melawan misionaris agama kristen yang dianggap berorientasi menyedot umat Buddha keturunan tionghoa pada akhir abad 19.

Perjuangan itu dimulai pada tahun 1900 saat berdirinya berdirinya Tiong Hoa Hwee Koan. Organisasi ini mengajarkan Bahasa Tionghoa dan Agama Khonghucu sebagai respons atas gencarnya misionaris Kristen. Bersamaan dengan itu berdiri pula Perhimpunan Theosofi, tempat tokoh-tokoh Agama Buddha belajar dan berkumpul.

Kwee Tek Hoay mendirikan Sam Kauw Hwee setelah menganggap Tiong Hoa Hwee Koan gagal memelihara dan mengembangkan ajaran Khonghucu. Kwee menganggap Khong Kauw Hwee yang didirikan di Solo pada tahun 1918 dan di kota-kota lain kurang memasyarakat dan kurang memberikan harapan. Setelah Indonesia merdeka pada 1953 dibentuk Gabungan Sam Kauw Indonesia (GSKI) di Jakarta, yang merupakan cikal bakal Tridharma.

Ong Kie Tjay membentuk tempat Ibadat Tridharma karena klenteng-klenteng, terutama di Jawa Timur terancam punah sebagai akibat dari persepsi yang kurang lengkap dari penguasa setempat terhadap klenteng yang menganggapnya sebagai lembaga kecinaan non agama pasca peristiwa G30S tahun 1965. Baru pada April 1976 Majelis Rohaniwan Tridharma Indonesia resmi menaungi tiga ajaran tersebut.

Sesungguhnya tridharma yang dalam dialek Hokkian disebut Samkau atau tiga ajaran; Tao, Khonghucu dan Buddha, tidak dapat digolongkan ke dalam agama apapun. Tridharma lebih tepat disebut sebagai salah satu bentuk kepercayaan tradisional masyarakat tionghoa hasil dari campuran ketiga filsafat yang mempengaruhi kebudayaan tionghoa dan sejarah Tiongkok sejak 2.500 tahun yang lalu. Karena agama resmi yang diakui oleh pemerintah Indonesia hanya 5, umat tridharma masuk dikelompokkan dalam lingkup agama Buddha. “Padahal ajaran kami satu sama lain berbeda,”kata rohaniwan Khonghucu, Tan Im Yang.

Ajaran Konghucu atau Konfusius istilah aslinya Rujiao yang berarti agama dari orang-orang yang lembut hati, terpelajar dan berbudi luhur. Khonghucu dipercaya bukanlah pencipta agama itu, melainkan hanya menyempurnakan agama yang sudah ada jauh sebelum kelahirannya. “aku bukanlah pencipta melainkan Aku suka akan ajaran-ajaran kuno tersebut,”kata Khonghucu.

Bukankah kalo mau jujur semua agama itu gak ada yang brand new, Jesus (Isa) meneruskan Musa, Daud, Ibrahim dll yang menurut Islam ditutup oleh nabi Muhamad sebagai Nabi terakhir. begitu juga yang terjadi pada Buddha/ Sidharta Gautama terhadap Hinduism

Banyak orang mengira Khonghucu hanya ajaran filsafat untuk meningkatkan moral dan etika. Menurut Jiao Seng Im Yang dalam agama Khonghucu juga terdapat ritual yang harus dijalani pengikutnya. Agama Khonghucu mengajarkan hubungan antar sesama umat manusia yang disebut Ren Dao lalu hubungannya dengan sang pencipta alam (Tian Dao) yang disebut Tian atau Sang Di. “Khonghucu itu ajaran tauhid,”kata Im Yang.

Karena adanya tridharma itulah terjadinya pengkaburan ajaran Khonghucu. “Kalaupun ada patung atau gambar di dalam klenteng, bukan berarti kami menyembah mereka. Kami hanya menghormati mereka sebagai pahlawan atau orang suci yang pantas dihormati dan perlu di tauladani perbuataanya,”ujar Im Yang. Kini dengan diakui Khonghucu sebagai agama secara tegas oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, diharapkan penganut agama Khonghucu dapat menjalankan ibadahnya secara murni, tak perlu lagi bercampur dengan ajaran lain. “Agar pertanggungjawabannya jelas,”ujar pengurus Kong Miao/ Lithang Desa Citeureup itu. Ahmad Taufik, Tempo Maret 2004

http://www.kristan.me/khonghucu-dan-tridharma
http://www.confucian.me/main/search/search?q=khonghucu+dan+tridarma&page=1

12 Apr 2011

Hio Dalam Tradisi Tionghoa

Hio (dupa) sebenarnya adalah medium untuk melakukan sembayang atau bagian dari peralatan untuk sembayang, tidak mempunyai arti khusus maupun makna khusus didalamnya

Hio itu merupakan sebuah tradisi sebagaimana bunga di barat sana. Hio digunakan karena simbolisasi juga, karena asapnya membumbung ke atas dan disimbolkan sebagai satu macam pendekatan dengan dewa-dewi (shen ming) di atas sana.
Lalu beberapa macam hio juga wangi dan dapat bermakna sebagai penyucian batin dan lingkungan. Ada banyak orang yang bertanya-tanya, kalau pindah agama boleh gak pegang hio yah? Yah, gak masalahlah, wong hio itu gak ada kaitannya dengan agama apapun. Itu hanya tradisi tok. Bandingkan tradisi menghormati dengan bunga di barat dengan tradisi menghormati pakai hio di Tiongkok? Jangan berpikiran sempit. Saya masih sering bingung kalau masih banyak yang merasa sebuah tradisi diadopsi oleh sebuah agama, lalu jadilah tradisi itu haram untuk agama lain.

Dupa atau sering kali disebut Hsiang (Mandarin) atau Hio (Hokkian) adalah salah satu unsur yang eksis dalam kebudayaan Tionghoa selama ribuan tahun. Dupa digunakan dalam acara penghormatan kepada leluhur dan acara-acara ritual keagamaan beberapa agama yang ada di Tiongkok. Asal usul dupa pertama kali sebenarnya bukanlah langsung digunakan untuk penyembahan atau penghormatan. Dupa masuk bersamaan dengan masuknya agama Buddha ke China. Dikatakan bahwa sewaktu Buddha Sakyamuni menyebarkan ajarannya kepada para pengikut, karena cuaca yang panas, kebanyakan murid-muridnya tak dapat berkonsentrasi, merasa mengantuk dalam mendengarkan wejangan dari Buddha Sakyamuni. Maka untuk mengatasi hal ini, orang-orang kemudian membakar kayu harum dan wangi untuk mengharumkan udara dan meningkatkan konsentrasi. Kemudian tradisi ini menjadi kebiasaan dalam agama Buddha dan terbawa ke China dalam penyebarannya.

Dupa kemudian diadopsi oleh agama dan kepercayaan lain yang telah lama ada di China sebelum agama Buddha masuk. Sehingga dupa menjadi sebuah alat dalam ritual dan tradisi kebudayaan Tionghoa selama ribuan tahun, baik dalam menghormati leluhur, menghormati dewa-dewi dalam agama-agama tertentu di China dan juga tentunya oleh penganut agama Buddha sendiri.

Tradisi ini kemudian diperlambangkan sebagai sebuah alat untuk berkomunikasi dengan leluhur, dewa-dewi dalam agama tertentu ataupun sang Buddha sendiri. Ini terutama karena anggapan bahwa wewangian yang menyebar dalam udara adalah salah satu bentuk penghormatan kepada yang dipuja. Asap dari dupa yang bergerak ke atas juga sebagai perlambang bahwa niat kita untuk menghormati ataupun memuja akan sampai kepada tujuannya karena anggapan umum semua bangsa dan agama di dunia (saya kira bukan hanya dalam agama-agama tertentu) bahwa yang kita puja itu baik Tuhan (Thian), Allah, Buddha, leluhur dan lain - lainnya yang derajatnya lebih tinggi daripada manusia bertempat di atas langit. Dupa juga dipercaya digunakan dalam acara ritual untuk menghormati leluhur ataupun dewa-dewi dalam agama tertentu di China sebagai pengganti persembahan lainnya seperti kurban-kurban makhluk bernyawa.

Selain itu dari versi lain Berdasarkan kitab Zhou Li (tata krama dinasti Zhou) ditulis kalau untuk menghormati Huang Tian adalah dengan Yin. Yin adalah asap yang membumbung karena kayu (harum)yang dibakar. Pada tulisan Bunsu Sidartanto Buanadjaya, yang berjudul "Ru Jiao - Selayang Pandang Kesejarahan Wahyu dan Kitab Sucinya Sepanjang Kurun Waktu 5000 Tahun", Ong Kun salah satu menteri dari Oey Tee (Huang Di=Kaisar Kuning) adalah penemu Than Hio yang dipakai sebagai wewangian pada upacara sembahyang. Jauh lebih lama dari waktu masuknya agama Buddha ke Tiongkok (waktu Dinasti Han).

Catatan lain di Indonesia dikenal dengan Kemenyan, kemenyan adalah sejenis dupa, Sebenar pemakaian dupa dan pengenalan dupa berasal dari India pada era 7000 SM, pemakaian dupa sudah dikenal di India karena dupa pertama kali digunakan. Fungsi kemenyan sama seperti pembakaran dupa.

Cara sembahyang di kelenteng untuk orang awam pada umumnya dengan menggunakan hio. Hio digunakan karena simbolisasi juga, karena asapnya membumbung ke atas dan disimbolkan sebagai satu macam pendekatan dengan dewa-dewi di atas sana. Lalu beberapa macam hio juga wangi dan dapat bermakna sebagai penyucian batin dan lingkungan. Ada banyak orang yang bertanya2, kalau pindah agama boleh gak pegang hio yah? Yah, gak masalahlah, hio itu gak ada kaitannya dengan agama apapun. Itu hanya tradisi dan bersifat medium atau alat sembahyang saja. (Kristan)

Sumber: http://www.confucian.me/profiles/blogs/hio-dalam-tradisi-tionghoa?xg_source=activity

2 Mar 2011

Musik Klasik Yang Masih Bertahan

JAMBI - Salah satu tradisi yang menarik dan masih dilakukan oleh warga Tionghoa adalah musik tradisional, musik klasik ini dimainkan untuk menghibur pihak keluarga yang sedang berduka dirumah duka. Penampilan musik klasik tersebut biasanya hanya diundang jika yang meninggal berusia 50 tahun keatas.
Sedangkan jika yang meninggal dunia masih muda atau di bawah 50 tahun, dianggap sebagai pantangan. “Hanya saja, pantangan hanya bagi sebagian orang saja. Ada beberapa keluarga yang pernah mengundang kita untuk tampil saat pihak keluarga yang meninggal masih muda. Sebenarnya sangat jarang dilakukan, tetapi jika kita diundang, kita tetap hadir,” ujar Abu, pengurus grup musik dari Perkumpulan Teo Chew Jambi yang sering tampil di suasana duka ini.

Menurut pria yang gemar bermusik sejak berusia muda ini bahwa pihak keluarga biasanya memang merasa lebih terhibur jika ada grup musik yang tampil saat mereka berada dalam suasana duka, bukan sebaliknya. Tentu saja, ini memberikan efek psikologis yang berbeda bagi keluarga yang baru ditinggalkan. Ini karena biasanya grup musik ini tampil selama tiga hari atau selama jenazah belum dikebumikan atau dikremasi.

Tampil di saat suasana duka tentunya harus sedikit berbeda. Lagu yang dibawakan juga adalah lagu sendu dan lebih klasik. Musik seperti ini dipercaya bisa memberikan pengaruh yang berbeda bagi jiwa yang sedang bersedih. “Ada lagu khusus yang kita bawakan. Berbeda saat kita tampil di beberapa tempat dan suasana yang berbeda. Kadang kita juga menampilkan lagu dan musik atas permintaan keluarga dan tamu yang hadir.”

Grup musik yang berada di bawah naungan Perkumpulan Teo Chew Jambi ini sudah terbentuk sejak 1970-an. Tidak ada nama khusus yang diberikan dalam grup ini. “Ini karena grup musik ini bagian dari bidang seni dan budaya yang ada di Perkumpulan Teo Chew Jambi. “Karena kita merupakan anggota dalam bidang seni dan budaya, maka kita tetap menggunakan nama yayasan,” ujar Abu, yang juga menjadi penanggung jawab dalam grup musik ini.

Menurutnya, walaupun ada remaja yang tertarik, jumlahnya sangat sedikit. “Paling hanya satu atau dua orang saja dan kita pun harus mencari waktu yang pas untuk melatih mereka. Kalau jumlahnya sekalian banyak kan lebih enak. Jadi, hingga sekarang, kita sangat kesulitan untuk mencari regenerasi,” jelasnya.